Lihat ke Halaman Asli

Mempertimbangkan (Ulang) Seni Pertunjukan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13932247281055995836

[caption id="attachment_313748" align="alignleft" width="300" caption="foto: www.jalasutra.com"][/caption]

Mempertimbangkan (Ulang) Seni Pertunjukan

(Resensi Buku "Pergelaran: Sebuah Mozaik Penelitian Seni Budaya" karya Lono Simatupang)

Di era kontemporer ini, pertunjukan (performance) bisa terwujud dalam berbagai jenis, bentuk dan konteksnya. Sebagai sebuah spektrum yang luas, performance sebagai sebuah kategori bisa terdiri dari ritual, permainan, olahraga, hiburan popular, seni pertunjukan (teater, tari, musik) dan pertunjukan kehidupan keseharian sosial, professional, jender, ras dan kelas sosial serta beragam representasi dan konstruksi aksi di media dan internet.Pilihan ekspresi seni pertunjukan kini memiliki kompleksitasnya sendiri. Gejala-gejala kesenian tersebut tentu saja harus didekati dengan piranti yang mutakhir, salah satunya dengan menggunakan ‘kacamata’ performance studies.

Disiplin Baru

Kajian pertunjukan (terjemahan lazim dari performance studies) menurut Sal Murgiyanto (1998: 6-23) adalah sebuah disiplin baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni (musikologi, kajian tari, kajian teater) di satu titik dan antropologi di titik lain dalam suatu kajian inter-disiplin (etnomusikologi, etnologi tari, dan performance studies). Pendapat ini (dan pemikiran RM Soedarsono) menjadi satu(-satunya) referensi “berbahasa Indonesia” mengenai performance studies.

Disatu sisi kini semakin banyak penelitian yang menggunakan semiotika, antropologi, kajian lisan—beberapa disiplin yang turut membangun performance studies— sebagai piranti analisisnya, yang dikombinasikan dengan estetika, koreologi, dramaturgi, dan musikologi. Namun pada saat yang sama, belum ada satu buku “pegangan” yang cukup komprehensif menjelaskan muasal, refleksi konsep, teori dan mode sampai dengan penerapannya dalam mengkaji satu bentuk pertunjukan.

Adalah Lono Simatupang, seorang yang dengan sadar dan tekun menyusuri “jalan sunyi” ini. Ia adalah seorang pengamat budaya yang meyakini bahwa dunia kesenian adalah aspek yang cukup penting dari keseluruhan kebudayaan, bukan saja karena kesenian menjadi representasi dari kondisi terkini kebudayaan, namun juga karena aspek-aspek kreatifnya, yang berpotensi menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan etos dan budaya.

Kompetensi antropolog Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini telah teruji sejak meneliti musik dangdut sebagai kajian tesisnya di Department of Sociology and Anthropology, Faculty of Arts, Monash University, Australia. Selanjutnya pada tahun 2004 ia memperoleh gelar Doktor dalam Antropologi dari Sydney University, Australia, dengan disertasi berjudul Play and Display: An Ethnographic Study of Reyog Ponorogo in East Java, Indonesia.

Dengan kecenderungan dan kualitas Lono Simatupang untuk memilih praktik seni sebagai objek kajian, Jalasutra menerbitkan kumpulun pemikirannya dalam sebuah buku berjudul Pergelaran Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk menjamin keberlangsungan dinamika pemikiran (antropologis dan bahkan kajian budaya)—bagi praktik seni yang terus berlangsung di Indonesia.

Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan tulisan atau makalah yang pernah disajikan dalam berbagai forum diskusi dan seminar, sejak tahun 2003 sampai dengan 2011. Topiknya beragam, mulai dari mitos, tradisi lakon, liminalitas pertunjukan, estetika, dan etika, silang-gender, hingga wacana tubuh, dengan subjek antara lain: ketoprak, reyog Ponorogo, dangdut, tokoh “si pandir,” gemblak, topeng dalang Klaten, hingga tato. Teba kajian yang begitu luas menunjukkan kualitas penulis dalam menyelami wilayah intelektualitas yang terus berkembang, terutama dalam hal seni “pertunjukan”.

Menyikapi Seni

Buku ini menjelaskan hal tersebut secara sistematis dan bertahap kerja pencarian atas pola dan aturan yang mengikat kebudayaan sebagai kesatuan. Bagaimana konsumsi budaya, kondisi mental, struktur, penafsiran, kekuasaan, hubungan sosial dan lembaga dikonseptualisasikan, bergerak, dan berubah dalam ‘jagad seni’ (hal. xiii).

Lebih jauh buku ini ingin memahami lebih mendalam mengenai perlakuan menyikapi sebuah karya seni. Bagaimana karya seni berinteraksi dengan penikmatnya, yang nantinya menimbulkan beragam reaksi dan pemaknaan, dan bagaimana karya seni mengubah suatu makna dalam kurun waktu tertentu. Dalam konteks berbeda, bagaimana sebuah karya seni diciptakan dan ditampilkan membangun sebuah pondasi kerja (meminjam istilah penulis) ”pergelaran” dalam konteks komunikasi seni. Kajian pertunjukan menjadi pendekatan yang spesifik karena ia mempertimbangkan aksi, perilaku dan praktik karya seni, dalam ”teks dan konteks” sekaligus.

Seperti misalnya pada kajian mengenai penonton pergelaran. Meskipun keberadaannya merupakan keniscayaan, bahkan kerap dianggap sebagai tujuan dan tolok ukur suatu sajian, nyatanya sangat sedikit studi yang dilakukan terkait dengan penonton. Padahal menurut penulis, pada sebuah peristiwa pergelaran berlangsung pertukaran energi antara penyaji dan penonton. Dalam hal ini terjadi peristiwa transaksi kemanusiaan dimana gagasan dan keyakinan mengenai jatidiri manusia sebagai pribadi, warga masyarakat, ciptaan Tuhan, didialogkan lewat penghadiran kenyataan teatrikal (didalam pergelaran). (hal. 63-72)

Dengan kedalaman kajian yang multiperspektif, penulis menunjukkan suatu formula menuju tipe ideal sebuah kajian seni kepada pembacanya. Darinya kita akan bisa merekomendasikan strategi-strategi reinterpretasi, reposisi, revitalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi, hingga pengelolaan dan pengembangan kebudayaan (hal. xii).

Disatu sisi buku ini terkesan singkat, berulang dan kurang mendalam. Namun sebagai sebuah kumpulan makalah yang disampaikan dalam forum diskusi, tentu saja bisa dibayangkan sebuah dialektika pemikiran yang berlangsung didalamnya. Tulisan ini berhasil memantik rangsang perhatian atas kenyataan yang sebenarnya tengah dan telah berlangsung, namun kurang mendapat porsi kajian dalam dunia seni pertunjukan. Setidaknya darinya bisa dibayangkan berlangsungnya sebuah dinamika pemikiran dalam disiplin keilmuan yang menempatkan seni sebagai objek kajiannya.

Kini 15 tahun sesudah Sal Murgiyanto menyampaikankonsep kajian seni pertunjukan Indonesia yang selama ini dijadikan pegangan, melalui buku ini Lono berhasil menyadarkan kembali kepada kita bahwa seni pertunjukan berperan penting dalam menafsir ulang secara kritis makna kebudayaan, termasuk berefleksi atas keseharian.Élan vital yang berkontribusi sebagai daya hidup bagi proses peradaban bangsa yang multikultur.

Judul Buku: PERGELARAN

Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya

Penulis: Lono Simatupang

Editor: Dede Pramayoza

Penerbit: Jalasutra

Cetakan: Pertama (2013)

Halaman: xl+308 hlm

ISBN: 978-602-8252-87-4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline