Lihat ke Halaman Asli

Purnawan Kristanto

TERVERIFIKASI

Penulis

Menyemai Perdamaian Batin [2]

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13405470341509734813

Partisipan dan Fasilitator kelas "Strengthening Peace Education Training Skills"  berfoto bersama

Ada aktivitas yang membuat partisipan tergelak-gelak. Aktivitas itu adalah permainan menebak jenis kartu yang tertempel di dahinya. Sebelumnya, fasilitator mengajak partisipan berdiri membentuk lingkaran. Setelah itu dia membagikan satu buah kartu secara acak kepada partisipan. Partisipan harus segera menempelkan kartu itu di dahinya menghadap keluar. Mereka tidak boleh melihat kartu yang ada di dahinya.

Begitu aba-aba mulai diberikan, para partisipan harus bersikap sesuai dengan kartu yang dipegangnya. Tentu saja hanya dengan menebak. Kartu yang lebih rendah harus menghormati kartu yang lebih tinggi. Kartu yang lebih tinggi boleh menyuruh kartu yang lebih rendah. Saya segera bisa menebak kartu yang ada di dahi saya. Setiap orang membungkuk dan memberi hormat kepada saya.

"Kartu saya tinggi nih," tebak saya. Untuk memastikannya, saya coba menyuruh seseorang. Eh, dia mau. Jelas sudah, kartu saya termasuk tinggi, atau mungkin yang tertinggi. Saat bertemu dengan kartu lain jenis Queen dan King, mereka mengajak saya datang ke pesta kerajaan.

Lima menit kemudian, fasilitator mengajak partisipan berkumpul. Satu per-satu kami diberi kesempatan untuk menebak kartu yang ada di dahi kami masing-masing. Tebakan saya, kartu yang ditempel di dahi saya adalah kartu King atau raja. Tebakan saya tepat.

Satu per-satu partisipan mulai menebak. Ada yang keliru, tapi lebih banyak yang menebak tepat. Lalu tina giliran satu peserta yang senang berbicara. Dia memiliki kebiasaan memutar-mutar. Dia enggan berbicara pada inti masalahnya. Ketika fasilitator memintanya untuk menebak jenis kartunya, dia malah berbicara hal lain. Partisipan lain tertawa.

"Tebak saja apa kartumu," pinta sang fasilitator.

Kembali dia menolak menyebut langsung. Dia malah mengulas permainan tadi. Partisipan mulai tergelak-gelak.

"Coba lihat kartu yang ada di dahimu dan sebutkan jenisnya," perintah sang fasilitator.

Orang ini menolak. Dia tetap memegang kartu di dahinya sambil berbicara terus. Kali ini fasilitator tak bisa menahan gelinya. Dia berjongkok memegang perutnya karena menahan geli.

Lama-lama orang ini menyadari situasinya. Dia pun akhirnya mengucapkan tebakan yang diminta oleh fasilitator.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline