Film "Mr Bean Kesurupan Depe" mendadak menjadi perhatian publik karena menyangkut aktor komedian terkenal dari Inggris. Namun beberapa penonton merasa kecewa karena ternyata mereka tidak menemukan akting Rowan Atkinson dalam film tersebut. Yang mereka jumpai adalah sosok yang mirip "mr Bean." Ada sinyalemen bahwa film tersebut memang tidak menampilkan sosok mr Bean yang kita kenal dalam serial komedinya di televisi. Kepada situs Tempo, KK Dheraaj, produser film itu menyangkal pernah menyebut nama Rowan Atkinson saat melakukan woro-woro film itu. Ia mengaku hanya menyebut nama Mr. Bean dari Inggris. "Oh saya tidak tahu siapa (nama sebenarnya) Mr Bean itu. Tapi, yang pasti dia Mr. Bean dari Inggris," katanya. Akan tetapi sebelum film ini menjadi polemik, kepada situs Berita Satu, KK menegaskan bahwa dia berhasil mendatangkan Rowan. "Rowan yang saya datangkan itu asli dari Inggris, bukan mirip, bukan dari Indonesia, benar-benar Rowan Atkinson pemeran Mr Bean dari Inggris," tegas Keke Saya belum pernah melihat film itu, namun dari berbagai berita yang saya ikuti, patut diduga bahwa film itu tidak menampilkan Rowan Atkinson sebagai pemeran mr Bean yang asli. Seandainya dugaan ini benar, maka produser film telah melanggar Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8/1999. Pada pasal 7, disebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah "memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur." Pelaku usaha juga dilarang dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut tersedia. Dalam hal ini, produser film mempromosikan bahwa mr Bean akan membintangi film tersebut. Bisa saja produser film berkilah bahwa film tersebut tidak menuliskan nama "Rowan Atkinson" secara eksplisit. Namun dari judul filmnya sudah menggiring opini bahwa yang dimaksud adalah karakter kocak yang sangat dikenal masyarakat di layar kaca. Kemudian pada posternya masih ditambahi kata-kata "Datangnya komedian dunia memancing ratu penggoda. Inilah aksi gila dewa komedi yang dipelet dewi goyang gergaji." Tak pelak lagi bahwa produsen film memang merujuk pada sosok mr Bean yang diperankan Rowan Atkinson, bukan "mr Bean" yang lain. Beberapa penonton mengaku kecewa setelah menonton ini. Lalu apa yang harus dilakukan oleh penonton dalam perspektif perlindungan konsumen? Dalam UU Perlindungan Konsumen, penonton sebagai konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengani kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Jika barang/jasa yang dibelinya tidak sesuai dengan informasi yang dijanjikan, maka konsumen memiliki hak untuk menuntut ganti rugi. Pada pasal 4, butir h, konsumen memiliki hak untuk "mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya." Sementara itu pada pasal 7 butir f, pelaku usaha wajib " memberi komppensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat pengguunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan." [caption id="attachment_181749" align="aligncenter" width="604" caption="http://www.beyondhollywood.com"]
[/caption] Bagaimana cara menuntut ganti rugi? Langkah pertama, simpan tiket tanda masuk bioskop. Ini akan menjadi bukti otentik bahwa konsumen benar-benar menonton film tersebut. Setelah itu kumpulkan alat bukti lain seperti poster film, kliping berita atau screen shot dari berita on-line. Setelah semua bukti sudah dikumpulkan maka konsumen bisa mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Akan tetapi cara ini akan banyak memakan waktu dan energi jika dilakukan sendirian. Maka hal itu bisa disiasati dengan melakukan gugatan massal. Lembaga Konsumen memiliki legal standing untuk mewakili konsumen melakukan gugatan terhadap produsen. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah menempuh jalur non-litigasi, yaitu dengan mengadu kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. UU Perlindungan Konsumen sudah mengamanatkan bahwa di tingkat Propinsi dan Kabupaten/kota harus dibentuk BPSK yang anggotanya terdiri dari unsur konsumen, pemerintah dan pelaku usaha. Lembaga ini berfungsi sebagai badan arbitrase yang akan memberi keputusan terhadap sengketa konsumen. Keputusannya bersifat final. Maksudnya tidak ada mekanisme banding. Kelebihan lembaga ini adalah adalah menghemat waktu dan biaya karena sengketa bisa diputuskan dengan cepat dan tidak perlu sewa pengacara. Sayangnya belum semua propinsi dan kabupaten/kota telah memiliki BPSK. Yang lebih menyedihkan, kinerja BPSK yang sudah ada pun tidak optimal dan ada yang terancam mati suri karena ketiadaan anggaran dari pemerintah. Meskipun belum ada konsumen yang mengadu secara resmi, alangkah baiknya jika Badan Perlindungan Konsumen Nasional bertindak pro-aktif dalam melindungi konsumen perfilman nasional. Jangan sampai kepercayaan masyarakat yang mulai pulih terhadap perfilman nasional terciderai oleh praktik-praktik bisnis yang tidak beretika. ---- Penulis adalah pendiri dan aktivis Lembaga Konsumen Yogyakarta Sumber foto: http://www.21cineplex.com dan http://www.beritasatu.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H