Lihat ke Halaman Asli

PKS Menjadi Lebih Terbuka Perubahan Menjadi Lebih Baik (Semoga…)

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu hasil Musyawarah Nasional Ke-2 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 16-20 Juni 2010 di Jakarta adalah menjadikan PKS sebagai partai terbuka (inklusif). Diantara orientasi yang ditonjolkan dari pilihan terbuka ini adalah mencoba melegalformalkan keanggotaan kalangan nonmuslim. Hal ini didasarkan atas pertimbangan signifikansi dukungan sebagian kalangan nonmuslim di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya nonmuslim seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Implikasinya, PKS saat ini memiliki 20 anggota legislatif daerah dari kalangan nonmuslim terutama di kawasan Papua. Sebenarnya kebijakan PKS menjadi partai terbuka telah bergaung saat PKS menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Bali dari tanggal 1-3 Februari 2008. (sumber : Sri Herwindya Baskara Wijaya, perpustakaan.uns.ac.id/jurnal/upload_file/210-fullteks.doc)

Kebijakan PKS ini bukanlah hal aneh mengingat PKS adalah sebuah partai politik yang tentu akan bereproduksi melakukan aneka manuver komunikasi politik. Mengenai kebijakan PKS menjadi partai terbuka, jika dilihat dari perspektif komunikasi politik, maka pilihan keterbukaan ala PKS ini sejauh pengamatan Sri Herwindya setidaknya menyiratkan pengertian tertentu. Sebagai komunikator, PKS mencoba menyampaikan pesan tertentu kepada publik Indonesia yang notabene sebagai komunikan PKS. Pesan yang disampaikan berupa kebijakan PKS menjadi partai terbuka.

Wawancara dengan Ustad Hilmi Hilmi Aminuddin (https://www.facebook.com/notes/partai-keadilan-sejahtera/ustadz-hilmi-aminuddin-sebuah-penjelasan-lengkap/408381722140) : Kebijakan ini muncul karena memang di daerah-daerah yang mayoritas non muslim ada yang datang ke DPP ingin membentuk kepengurusan PKS, pencalonan dari PKS, dan terjadi dibanyak DPD di Kawasan Timur Indonesia.

“Kita mempunyai stelsel kaderisasi yang terbagi dalam delapan level kaderisasi, dua level kaderisasi yang bisa menampung siapa saja, di sana akan terjadi sebuah proses pembinaan.” Ini menjadi relevan dengan misi PKS sebagai partai terbuka.

Berhubungan denganSekolah pembelajaran yang pernah disampaikan oleh Ust.Anis Matta hal ini juga sejalan dengan pendapat Ust. Hilmi bahwa : “Dalam pembinaan kader di PKS kita membentuk semacam rizalul Islam (tokoh Islam), rizalud dakwah (tokoh dakwah), rizalul ummah (tokoh masyarakat), rizalud daulah (negarawan), dan tokoh lainnya. Jadi dalam kaderisasi partai itu ada proses pembinaan.

Tapi harus digarisbawahi, dalam kaderisasi PKS tidak mengharuskan yang non muslim masuk Islam. Karena itu ada konteks kehidupan berbangsa, bernegara, berinteraksi, berkontribusi buat bangsa dan negara. Bukan awal-awal yang kita kedepankan Islamnya, kita bisa bersahabat dalam bingkai kemanusiaan, kebangsaan, maupun keumatan.

Dalam tulisannya Sri Herwindya juga memberikan penjelasan bahwa ada empat perspektif yang berhubungan dengan lebih terbukanya partai PKS yaitu perspektif ideologis, sosiologis, historis dan politis.

1.Perspektif Ideologis; Dalam konteks menjadi partai terbuka tersebut, PKS terlihat mencoba mengkonstruksi ideologinya menjadi lebih “longgar” sesuai dengan fakta kondisi Indonesia. Mengingat PKS sebagai partai berideologi Islam, maka konstruksi pemaknaan “terbuka” tentu saja sarat dengan pemaknaan atas sumber-sumber baku hukum Islam (Alquran dan As-Sunnah) sebagai rujukan utama partai tersebut dengan penafsiran yang lebih “longgar” atau “moderat” sesuai dengan konteks realitas Indonesia.

Hal ini dikuatkan pernyataan Ketua Majelis Syuro PKS saat ini, Hilmi Aminudin yang mengatakan deklarasi PKS sebagai partai tengah dan terbuka bukan sekadar strategi, tetapi merupakan pelaksanaan ajaran Islam. PKS menerima pluralitas sebagai ketentuan Tuhan bahwa tidak ada keseragaman tetapi keberagaman.

Hal ini yang membedakan antara PKS dengan Ikhwan Muslimin (IM) di mesir dan gerakan Wahabi di Arab Saudi yaitu ada faktor keindonesiaan (realitas terkinian).

2.Perspektif Sosiologis; Perspektif ini dapat dilihat dari aspek sosiologis Indonesia sebagai bangsa majemuk dengan beragam latar belakang suku, agama, ras dan antargolongan (Sara).kebijakan inklusifitas PKS ini menunjukkan bahwa PKS mulai mencoba lebih responsif atas realitas kemajemukan Indonesia. Kondisi ini menjadikan rakyat Indonesia yang multilatar belakang tersebut menginginkan ideologi kebangsaan dan kenegaraan baik struktural maupun kultural yang bisa menampung keberagaman entitas anak bangsa ini tanpa memandang latar belakang basis-basis primordialnya. PKS sepertinya berusaha menembus lintas sekat-sekat sosiologis masyarakat Indonesia melalui politik inklusifitasnya.Pandangan ini setidaknya dikemukakan Presiden PKS saat ini, Luthfi Hasan Ishaq yang mengatakan bahwa PKS menghargai pluralitas. Pluralitas Itu fakta di lapangan yang harus diterima. Islam mengakui pluralitas (www. bataviase.co.id).

3.Perspektif Historis; Perspektif ini mencoba melihat dari proses kesejarahan Indonesia yang menghasilkan konsensus nasional bahwa negara Indonesia adalah bukan negara agama melainkan negara kebangsaan yang menampung semua kepentingan anak bangsa. Kebijakan PKS menjadi sebuah partai terbuka adalah tidak lepas dari pertimbangan partai politik tersebut atas aspek historis bangsa Indonesia atas ideologi bangsanya yaitu Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini mengingat sebagian pihak masih memandang perspektif ideologi PKS dikesani cenderung “kanan”, bahkan muncul stereotip yang dianggap oleh PKS sebagai fitnah bahwa PKS tidak menerima Pancasila sebagai ideologi (dasar negara) bangsa Indonesia. Mantan Presiden PKS, Tifatul Sembiring juga membantah PKS tuduhan sebagian pihak bahwa tidak menerima Pancasila. Tifatul mengemukakan :“PKS adalah partai anak muda yang taat konstitusi, koridor demokrasi dan Negara Republik Indonesia.  (PKS) tidak ada niat mendirikan negara Islam di Indonesia, yang diperjuangkan adalah mendirikan tatanan madani atau civil society. Konsepnya adalah Piagam Madinah. (www.reformata.com).

4.Perspektif Politis; kebijakan PKS menjadi partai terbuka dari perspektif politik tidak lepas dari adanya unsur pragmatisme politik dan juga dinamika politik di internal partai tersebut. Strategi baru ini merupakan bentuk komunikasi politik partai dengan harapan agar masyarakat Indonesia baik secara struktural maupun kultural lebih menerima PKS.

Bagaimana dengan keterbukaan yang hanya di daerah tertentu (bagian timur Indonesia) tidak didaerah lainnya. Hal ini juga merupakan realitas yang ada dikarenakan sebagai partai kader pastilah didaerah yang banyak kadernya akan dipilih salah satu yang terbaik untuk menjadi wakil dan berjuang di legislative/DPR nantinya.

Salam Cinta-Mari Bekerja-Secara harmoni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline