Lihat ke Halaman Asli

Dua Dunia Cinta: Perbandingan Pendekatan Emosional dalam Puisi Kamal dan Mas'udi Salman

Diperbarui: 28 Juni 2024   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dunia puisi tak henti-hentinya memukau pembacanya dengan beragam luapan emosi dan kisah yang diabadikan dalam bait-bait indah. Salah satu tema yang sering dijumpai adalah cinta, dengan segala kompleksitas dan keindahannya. Dalam antologi puisi "Love Poems: Aku dan Kamu" karya Sapardi Djoko Damono, terdapat dua puisi menarik dari penyair Parsi yang layak untuk ditelaah: "Kwatrin" karya Kamal dari abad ke-13 dan puisi karya Mas'udi Salman dari abad ke-11. Meskipun sama-sama mengangkat tema cinta, kedua puisi ini menampilkan pendekatan emosional yang berbeda, memberikan gambaran unik tentang pengalaman cinta dari dua zaman yang berbeda.

Menelusuri Tema

Puisi "Kwatrin" karya Kamal membawa pembacanya menyelami keindahan cinta yang digambarkan melalui alam. Bunga cemara, mawar, dan cahaya dunia menjadi metafora yang menawan untuk menggambarkan perasaan kagum dan cinta penyair terhadap objek cintanya. Namun, di tengah keindahan ini, terselip peringatan akan bahaya dan ketegangan yang mungkin terjadi dalam hubungan cinta. Metafora pemanah yang merentangkan busurnya dan anak panah yang dilepaskan memberikan kesan dinamis dan penuh kehidupan, namun sekaligus menghadirkan rasa waspada dan kekhawatiran. Dengan demikian, tema puisi "Kwatrin" menekankan kontras antara keindahan cinta dan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya.

Di sisi lain, puisi Mas'udi Salman mengeksplorasi tema kehilangan dan kesedihan dalam cinta. Penyair mengungkapkan rasa pilu dan keputusasaan akibat kepergian kekasihnya. Kata-kata yang lugas dan langsung dalam puisi ini mencerminkan pahitnya perpisahan dan kekecewaan dalam percintaan. Mas'udi Salman menegaskan bahwa tak ada yang dapat mengikat kekasihnya untuk tetap tinggal, menyoroti tema ketidakpastian dan kesedihan dalam hubungan cinta yang terputus.

Membedah Gaya Bahasa

Kamal dalam puisinya menggunakan gaya bahasa yang metaforis dan penuh imajinasi. Kata-kata seperti "o cemara! mawar! cahaya dunia!" menjadi kunci untuk memahami kekagumannya terhadap objek cintanya. Metafora pemanah dan anak panah yang melesat memberikan nuansa dinamis dan penuh kehidupan pada cinta yang diungkapkan. Kamal menggunakan bahasa yang kuat dan padat untuk mengekspresikan intensitas perasaan cinta, serta menyampaikan peringatan akan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya.

Berbeda dengan Kamal, Mas'udi Salman memilih gaya bahasa yang lebih sederhana dan langsung. Kalimat-kalimat singkat dan lugas menjadi alatnya untuk mengungkapkan perasaan sedih dan kehilangan akibat kepergian kekasih. Mas'udi Salman lebih fokus pada ungkapan perasaan pribadi dan pengalaman emosional yang dialaminya, tanpa menggunakan metafora yang rumit. Kalimat-kalimat langsung seperti "kutahu, cintaku, seterang siang kutahu" dan "bahwa akhirnya kau meninggalkanku" menggambarkan rasa kehilangan dan keputusasaan yang dialaminya tanpa adanya harapan atau keceriaan yang disampaikan.

Perbedaan gaya bahasa antara kedua puisi ini mencerminkan pendekatan yang berbeda dalam menyampaikan pesan cinta. Kamal cenderung menggunakan bahasa yang kaya akan metafora dan imajinasi, sementara Mas'udi Salman lebih memilih pendekatan yang langsung dan sederhana dalam mengungkapkan perasaan pribadi dan emosionalnya.

Menyelami Sentimen

Puisi "Kwatrin" karya Kamal memancarkan sentimen kegembiraan dan keindahan cinta. Kekaguman Kamal terhadap kecantikan alam dan keindahan cinta terpancar melalui metafora alam yang digunakannya. Namun, di balik keindahan ini, terdapat pula rasa waspada dan kekhawatiran yang tersirat dalam penggunaan kata "awas" dan gambaran pemanah yang menyerang, menunjukkan adanya potensi bahaya atau penderitaan yang mungkin terjadi dalam cinta.

Sementara itu, puisi Mas'udi Salman mengekspresikan sentimen kesedihan dan kehilangan dalam cinta. Mas'udi Salman menyadari kepergian kekasihnya dan ketidakmampuannya untuk mempertahankan kehadirannya. Ungkapan "kutahu, cintaku, seterang siang kutahu" mencerminkan kesedihan yang mendalam atas kenyataan kepergian kekasih. Mas'udi Salman menggambarkan perpisahan tersebut sebagai sesuatu yang tak terelakkan dengan menekankan bahwa tidak ada yang dapat mengikat kekasih agar tetap tinggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline