Lihat ke Halaman Asli

Desa

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

(UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 12).



Dalam konstruksi penyelenggaraan negara dan pemerintahan kewenangan otonomi dan desentralisasi berada di jenjang wilayah pemerintahan kabupaten dan kota. Desamenduduki posisi khusus dan diakui hak otonominya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat. Pemerintahan desa, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, memiliki otoritas merencanakan program pembangunan dan penganggaran serta memiliki dan mengelola kekayaan desa yang ada. Secara esensial hal ini sangat berbeda dengan kelurahan yang merupakan wilayah administratif dibawah kendali penuh pemerintah kota atau pemerintah kabupaten.



Desa dan masyarakatnya ada sebelum negara.Kesejarahan sosial desa terbangun baik oleh perikatan keturunan (genealogis), perikatan kewilyahan (territorial) maupun keduanya. Kepentingan bersama penduduk membangunkan kebutuhan pengelolaan perikehidupan bersama, sehingga desa membentukkesatuan wilayah yang jelas batas-batas areanya dan menjadikannya sebagai suatu ekologi sosial, ekonomi, budaya, politik, pemerintahan dan tata kelolalingkungan dan sumberdaya alam. Sebutan-sebutan yang kemudian menjadinama-nama desa maupun lingkungan-lingkungan didalamnya, subdesa maupun sub-subdesa, menandai kekhususan-kekhususan fungsional, kultural dan struktural maupun penanda eksistensial lain saattumbuh dan berkembangnya, walaupun penanda itu sudah tidak berfungsi atau hilang jejaknya saat ini.Dipahami juga dalam kesejarahan desa dan masyarakatnya, tidak ada satupundesa berkembang dan menjadi seperti apapun keadaannya pada saat kekinian secara sendiri tanpa hubungan dengan desa-desa lain.



Desa-desa tumbuh dan berkembang oleh hubungan-hubungan, pertukaran dan kerjasama sosial, ekonomi, budaya, pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam, politik dan pemerintahan, dengan desa-desalainnya maupun pusat-pusat kegiatan (kota). Hubungan-hubungan antar desa demikian kemudian membentuk suatu ekologi sosial, ekonomi, budaya, politik dan kawasan yang lebih luas. Hubungan antar desa maupun desa dengan pusat kegiatan di luar desa tidak selalu harmonis, friksi dan pertentangan kepentingan merupakan persoalan yangseringkali mengendap dan potensial mewujud dalam berbagai bentuk pertikaian sosial, budaya, ekonomi, politik dan lingkungan.Stigma-stigma sosial dan budaya merupakan suatu bentuk cerminan adanya friksi, perbedaan dan bahkan stigma negatif mencerminkan kecenderungan marginalisasi serta terpendamnya friksi dan konflik sosial antar masyarakat maupun antar desa.Disharmoni dalam banyak aspekhubungan desa dengan pusat kegiatan maupun pihak luarjuga dapat mewujud hubungan yangtakseimbang, memunculkan pola hubungan dominasi-subordinasi maupun berbagai bentuk marginalisasi.



Penyelenggaraan pemerintahan desa dalam tradisi maupun wujudnya sekarang mengemban tugas pengelolaan perikehidupan bersama, sehingga desa dengan sumberdayaalam dan sumberdaya kreatifnya (karya dan kerja) menjamin kelangsungan dan martabat hidup setiap warganya. Hubungan-hubungan antardesa maupun dengan pihak lain di luarnya mampu mendukung dan memperkuat kemampuan desa menyangga kebutuhan seluruh penduduk dan warga/masyarakatnya. Secara tradisi, kesejarahan sosial desa mengandungi daya dan kekuatan bertumbuh dan berkembang dalam berbagai realitasnya.


Pertumbuhan dan perkembangan desa sudah berjalan sebelum konsep pembangunan modern dan terencana. Pembangunan sebagai salah satu bentuk pelakasanaan mandat penyelenggaraan pemerintahan negaraberkewajiban menjamin, melindungi dan memenuhi hak-hak desa sebagai kolektifitas sosial, ekonomi, budaya dan ekologis, sertasatuan wilayahbasis penyelenggaraan pemerintahan atas pembangunan untuk memajukan perikehidupan sosial, mencapai kesejahteraan warga masyarakatnya, mengakses sumberdaya kemajuan dan perkembangan secara berkeadilan, serta memperkuat hubungan dan kerjasama antar desa.



Menghindarkan berbagai praktek penyederhanaanberdasar sikap dan pola pikir paternalistik, keterlibatan seluruh atau sebesar-besarnya warga dan elemen kelembagaan masyarakat dan pemerintahan desa dalam perencanaan pembangunan desa dan kerjasama antar desa menjadi hal yang prinsip. Desa harus dipahami bukan sebagai ranting-ranting kecil sebagai bagian dari pohon besar yang kering dan gugurnya tidak terlalu diperhitungkan, tetapi desa adalah setiap bagian dari akar tunjang yang membentukpokok, pangkal, cabang, ranting, rimbun daun, bunga-bunga, buah dan biji-biji pohon besar yang rebak bersemai, tumbuh menebar luas dan membangun subur hutan kehidupan kesatuan Negara Republik Indonesia. Kemiskinan dan berbagai bentuk dan praktek marginalisasi ibarat virus, bakteri,jamur yang menyerang, menginfeksi danhama yangmencederai akar. Tanpa kesungguhan penanganan, secara pelan dan pasti, dapat menginfeksi pohon dalam keseluruhannya serta menjadikannya kerdil dan gersang. Buah-buahpun akan berisi biji-biji yang tidak baik untuk disemai, bertumbuh dan berkembang subur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline