Lihat ke Halaman Asli

Debat Panas Sosial Media

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perebutan kursi RI 1 semakin terasa panas dan sengit. Agenda debat capres untuk melihat kualitas dan visi misi kedua pasangan sudah dimulai. Hari senin kemarin, 9 Juni 2014, berlokasi di Balai Sarbini Jakarta, acara debat capres agenda pertama dilaksanakan. Acara berlangsung seru dan tegang. Serangan halus kedua pasangan pada lawannya terasa sekali selama debat.

Ada yang menggelitik dari acara debat tersebut. Bukan, bukan soal penonton yang berkali-kali diminta tidak tepuk tangan oleh moderator. Bukan juga soal deretan timses di bangku audience yang wajahnya sangat dekat dengan masyarakat. Namun parodi lucu justru terjadi di sosial media, facebook dan twitter. Selama debat berlangsung, facebook dan twitter ramai dengan debat pendukung. Alih-alih membahas debat capres yang sedang berlangsung di televisi, pendukung kedua pasangan seru sendiri mendukung jagoannya dengan berbagai cara. Bahkan, selama acara berlangsung, hashtag #debatcapres menjadi trending topic twitter nomor satu di dunia.

Hingar bingar pendukung di sosial media semakin seru dengan adanya campaign besar-besaran timses salah satu pasangan, yang menyebar template bingkai foto warna merah bertulis “on the right side” untuk kemudian dijadikan avatar twitter atau foto profil facebook para pendukung.Pendukung pasangan lawan seperti tidak mau kalah, banyak avatar atau foto profil yang mirip namun tulisannya diganti menjadi guyonan atau ledekan seperti “satu kurang 2 kebanyakan” atau “3, untuk Persatuan Indonesia”. Sehingga debat pendukung di sosial media semakin terasa heboh dengan avatar merah yang berlalu lalang.

Satu hal yang lucu adalah, pendukung kedua capres pada akhirnya tidak hanya saling mengunggulkan jagoannya. Namun, lebih kepada mencari celah dari jawaban debat pasangan capres lawan, untuk kemudian dihujat atau dijatuhkan di sosial media. Status-status dan twit yang bermunculan saat acara debat capres berlangsung, lebih banyak pada bagaimana membuat capres lawan terlihat salah dan bodoh ketimbang membahas kebaikan dan kelebihan jagoan sendiri.

Hal ini sangat terasa ketika debat menjurus ke pembahasan soal penegakan hukum. Salah satu cawapres habis dibully oleh pendukung lawannya di sosial media, ketika berbicara soal keharusan penegakan hukum padahal anaknya terlibat kecelakaan maut tanpa ada penegakan hukum yang jelas. Pendukung lawan seperti menemukan celah pas, untuk tidak berhenti menghujat bahkan dengan kata-kata kasar. Tak berhenti di situ, panasnya debat di sosial media juga terasa saat salah satu capres hanya menjawab pertanyaan sebentar, lalu lebih banyak dijawab oleh cawapresnya. Pendukung lawan jelas menganggap ini sebagai senjata tepat untuk membalas. Capres dianggap tidak siap untuk menjawab pertanyaan debat dan terus mengandalkan cawapresnya. Sampai nama cawapres tersebut sempat menghuni 10 besar deretan trending topic twitter dunia.

Mereka yang belum menentukan pilihan dan dukungan, lain lagi. Kubu satu ini memilih untuk lebih bijak menghadapi persaingan capres dan menjadi pihak yang berusaha ‘mendamaikan’ dua kubu pendukung. Selama acara debat berlangsung, orang-orang ini melancarkan twit-twit atau status ajakan damai dan tetap dingin dengan hashtag #SwingVoter. Hashtag yang dianggap sebagai pernyataan bahwa setiap statement yang mereka keluarkan di sosial media, tidak sedang mendukung pasangan capres manapun. Tentu saja, kubu ketiga ini membuat debat pendukung semakin seru dan menarik untuk disimak.

Acara debat selesai, para pendukung di sosial media juga seharusnya mereda dan mulai dingin. Kenyatannya tidak, beberapa saat setelah acara debat selesai, terjadi kehebohan baru yang membahas soal kertas yang terselip di jas salah satu capres. Pendukung capres lawan, menganggap kertas tersebut adalah contekan dan bukti kalau capres tersebut sama sekali tidak siap menghadapi debat. Cuplikan gambar munculnya kertas dari balik jas tersebut, tersebar di facebook dan twitter. Pendukung capres bersangkutan tentu tidak tinggal diam, mereka melakukan pembelaan dengan menyebar gambar lain yang memperlihatkan bahwa kertas tersebut bukan contekan, melainkan doa yang diberikan oleh ibu sang capres. Pendukung lain lantas terima dan percaya? Sama sekali tidak. Lagi-lagi suasana sosial media memanas dengan pernyataan bahwa kertas berisi doa tersebut sama sekali tidak masuk akal karena ukurannya jauh berbeda dengan apa yang terlihat saat menyembul dari balik jas.

Simpang siur yang terdengar, bahwa para pendukung ini dibayar sampai jutaan rupiah demi melakukan buzzing besar-besaran di sosial media. Sebenarnya bukan hal yang baru, karena strategi ini juga dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mempromosikan produk dan jasa mereka di sosial media. Pengguna twitter dengan follower banyak, atau biasa dikenal sebagai selebtweet, dibayar jutaan rupiah demi mengkampanyekan satu atau dua keyword untuk kemudian digenjot agar menjadi trending topic atau minimal sorotan publik. Masalahnya, strategi ini kini bukan digunakan lagi untuk mengkampanyekan keunggulan pasangan calon, tapi malah sebagai ajang untuk saling hujat dan menjatuhkan lawan.

Saya jadi ingat petikan salah satu lagu Iwan Fals, “Rakyat nonton jadi suporter, kasih semangat jagoannya.. Walau tau jagoannya ngibul, walau tau dapur gak ngebul..”. Debat capres menjadi ajang pendukung mencari pembenaran atas semua pernyataan yang keluar dari jagoannya dan celah pas untuk membully dari setiap pernyataan capres lawan. Sama sekali tidak bertujuan mencari kurang lebih kedua pasangan untuk menjadi perbandingan dan pertimbangan.

Debat capres, seharusnya dijadikan momen tepat untuk memungut kepingan kebaikan masing-masing pasangan. Karena melalui debat langsung seperti itu, bisa terlihat bagaimana kualitas sebenarnya kedua pasangan capres dan cawapres. Disimpan baik-baik untuk kemudian dijadikan modal saat memilih pada pilpres 9 Juli mendatang. Bukan malah menjadi ajang menebar kebencian dan peperangan dua kubu pendukung. Menyebar virus bahwa menjadi pemenang adalah dengan menjatuhkan, bukan keunggulan sang jagoan. Semoga kita selalu menjadi pemilih yang cerdas. Cerdas memilih, cerdas bersikap :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline