Lihat ke Halaman Asli

pungkaspung

Hanya buruh yang butuh nulis

Bergoyang di Kala Sakit Hati

Diperbarui: 7 Desember 2020   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Kompas.com

Masih melekat di ingatan, Didi Kempot yang berjuluk the god of broken heart untuk sobat ambyar melejit begitu hebat. Beberapa lagunya dinyanyikan hampir di setiap tempat di Jawa. 

Beberapa musisi akustikan juga menelurkan cover atas puluhan musik yang dimiliki beliau. Lambat laun umur yang membatasi beliau untuk berkarya lebih dalam. Rasanya masih lekat di dalam ingatan lebaran tahun lalu nangis saya di Manokwari diiringi lagu berjudul ora iso muleh.

Lambat laun genre lagu yang dikhususkan bagi manusia yang sedang sakit hati bermunculan bagai jamur di musim hujan. Bagi saya yang menyukai lagu dengan lirik dalam dan klop dengan kondisi saya saat mendengarkan lagu tersebut, lagu dengan lirik ngenes tapi berusaha diberikan "sentuhan" agar pendengarnya berdendang dalam kondisi bercucuran air mata ini bukan barang baru. Semenjak Via Vallen masih kurus dan berkonflik dengan NDX saya sudah melihat gelagat pergeseran ekspresi dalam mendengarkan musik.

Saya melihat berawal dengan musik dangdut koplo yang didengarkan oleh penonton yang tidak jarang menuai tawuran, bergeser dengan peralihan ekspresi mendengarkan musik dengan bercucuran air mata. 

Tidak dapat dipungkiri hal ini berkat transformasi perlahan musisi berbahasa jawa yang menelurkan karya mendayu tapi tetap terdengar enak di telinga anak muda. Tidak terlalu melayu dan campursarian melainkan beraliran pop. Mulai dari Guyon Waton, Ngatmombilung, dan musisi lain yang dapat dikatakan musisi akustikan jawa pop. Semakin bergeser hingga bungkus mendayu ini diaplikasikan saat membuat cover lagu oleh musisi cover seperti Woro Widowati, Diah Novia, dan musisi lain.

Tren ini sepertinya mengalir juga ke Timur. Saya yang dari dua tahun lalu sudah menetap di Manokwari tak jarang mendengar beberapa musik yang liriknya mendayu namun dibungkus dengan musik rancak untuk dinikmati dengan bergoyang. Tentu balutan irama cepat sangat berbeda dengan di Jawa. Salah satu lagu yang baru saya dengar dengan lirik mendayu tapi enak dijadikan latar musik untuk bergoyang adalah lagu "Kaka Main salah" yang biasa digubah remaja tanggung tiktok untuk merayu Gofar Hilman.

Lagu satu ini memiliki lirik yang mendalam, dapat mewakili jeritan hati cowok timur yang ingin menikah namun tidak ada belis atau mas kawin. Belis sendiri awalnya berasal dari NTT kata ganti dari gading gajah. 

Namun lambat laun berganti makna dengan mas kawin karena gading gajah sudah langka. Seperti halnya sinamot di batak, uang panai' di Makassar dan jujuran di Kalimantan, belis juga nilainya tidak masuk diakal. Jika kita kerja biasa saja tidak akan dapat memenuhi harga belis. Nah konflik inilah yang diangkat dalam lagu kaka main salah.

Dalam lagu ini sang perempuan mengeluh karena orang tua minta belis mahal yang dirasa cowoknya tidak kuat dengan belis itu. Dan berujung sang cowok menyerah dengan mendoakan semoga bahagia. 

Dari sini saya baru tersadar. Selama KTP kita masih biru dan bergambar garuda, sepertinya sakit hati lebih asik untuk dijogeti. Masalah air mata menetes atau bibir enggan tersenyum itu urusan lain. Semoga budaya baru ini perlahan dapat menggeser ekspresi patah hati yang semula kepada hal negatif kini menuju positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline