Beberapa bulan yang lalu, seorang ibu-ibu datang berkonsultasi ke saya untuk memecahkan permasalahan kredit macet yang menimpanya.
Ceritanya, Dia punya kartu kredit yang macet sejak tahun 2004. Waktu mulai macetnya adalah setelah mulai over limit dan langsung diblokir oleh Bank penerbitnya. Dia mengakui, pembayarannya tagihannya waktu itu agak seret, bahkan tidak bisa terbayar sama sekali.Limitnya ketika mulai macet berada pada posisiRp. 6 juta.
Yang mendorong ibu tersebut berkonsultasi ke saya, debt collector sudah mulai gencar lagi ( setelah lama agak reda) menelpon dan mendatangi rumah orang tuanya, karena waktu mengajukan, masih tinggal bersama orang tua dan menggunakan alamat orang tua. Sementara sekarang sudah tidak tinggal sama orang tua lagi karena sudah menikah dan ikut suami.
Yang mengagetkan adalah, jumlah yang harus dibayar sudah berada pada posisi 120 jutaan. Bahwa meski ditawari diskon hingga 50 % sekalipun, yang kedengarannya sangat bijak, namun dari segi jumlah materinya sudah sangat tak terjangkau. Masih menurut ibu itu, jangankan yang 50 % itu. Jumlah sebesar pokoknya saja tetap masih belum terjangkau mengingat kondisi keuangan yang belum membaik. Namun demikian, menurut dia, kalau dikisaran sepuluh juta atau lebih sedikit dia akan berupaya mati-matian untuk mencarinya. Dia merasa kasihan sama orang tuanya yang tidak tidak tahu menahu menjadi sangat terganggu. Kalau mengajukan pinjaman pun dia selalu ditolak karenaadanya masalah tersebut. Katanya sering disebut-sebut Black List.
Meski berat, saya menjawab akan mencoba mengusahakannya. Dan tentu saja karena tidak ada pembayaran sebelum missi berhasil sebagai salah satu syarat yang Lembaga kami terapkan secara konsisten dan konsekwen, ibu itu sangat senang dan lega ada yang bisa membantu. Mungkin berbeda dengan pihak lain yang pernah dihubungi, belum apa-apa sudah minta biaya akomodasi duluan. Padahal belum tentu urusannya selesai. Tarif yang kami kenakanpun apabila berhasil relative kecil. Ukurannya adalah yang penting bisa mengganti biaya transportasi, yang kalau dihitung-hitung, hanya untuk ongkos naik kereta api pulang pergi. Karena sesuai namanya yaitu Lembaga Bantuan, namanya juga membantu. Bukan malah memberatkan. Kecuali akhirnya mereka menambah lagi karena missi berhasil, lain cerita. Untuk nambah-nambah uang kas Lembaga. Tapi berdasarkan pengalaman dari beberapa kali membantu nasabah, belum pernah ada yang menambah.
Karena perbedaan junlah yang sangat menganga antara 6 juta yang merupakan saldo pokok menjadi 120 jutaan, tentu saja negosiasi dengan pihak banknya sangat alot. Bahkan saya sempat mengeluarkan kata-kata bank tersebut sama dengan rentenir. Padahal Bank tersebut termasuk Bank Papan atas. Apalagi mereka tidak mau memperlihatkan cara perhitungannya bagaimana hingga ledakannya sedahsyat itu. Hanya karena saya menyampaikannya secara guyon, mereka sepertinya tidak tersinggung. Entahlah dalam batin mereka (Tim negosiasi Bank tersebut ada dua orang).
Hanya efeknya menjadi sangat terasa, Kalau sebelumnya mereka seolah sangat bangga dengan diskon pelunasan atau potongan hingga 50 % yang ditawarkannya, yang kedengarannya sangat luar biasa, namun tentu saja nilainya masih selangit dibandingkan dengan nilai asalnya, dari 6 jutaan menjadi 60 jutaan, akhirnya mereka bisa bergerak hingga ke angka 15 juta.
Namun suasana negosiasi sempat menjadi tidak kondusif. Karena ketika saya mencoba untuk minta diangka 9 sampai 10 juta, mereka mengatakan harus mengajukan dulu ke atasan. Ketika saya coba tanya berapa lama bisa mendapat hasilnya, mereka menjawab sekitar 3 hari.
Tentu saja jawaban tersebut membuat kecewa. Kita sudah datang mau menyelesaikan masalah malah mau diambangkan lagi. Ketika saya coba menanyakan lagi kenapa harus selama itu? Apa tidak bisa ditanyakan langsung ke atasannya sekarang? Entah hanya berkelit atau bagaimana, mereka menjawab bahwa atasan-atasan mereka tersebut sedang tidak berada di tempat. Saya mencoba mendebatnya lagi karena alasan tersebut mengada-ada di zaman teknologi yang sudah serba canggih sekarang ini, jarak dan tempat sudah tidak lagi menjadi masalah.
Namun karena kurang mendapat respons yang sesuai dan hanya berdebat kusir disitu-situ saja dengan nada yang agak tinggi, saya langsung menyarankan mereka supaya keluar dulu dari ruangan mediasi untuk mencoba menghubungi siapa yang bisa dihubungi supaya bisa langsung ada keputusan. Bila perlu hingga ke pejabat yang paling tinggi yang ada di Bank tersebut. Seraya mengeluarkan semcam ancaman kalau dia tidak melakukannya, saya sendiri yang akan menerobos langsung ke ruangannya. Bila perlu perlu siapa pejabat yang paling tinggi di gedung berlantai20 an tersebut.
Beruntung mereka mengakomodir permintaan saya lalu mereka keluar ruangan.
Sebenarnya, yang membuat saya kesal bercampur dongkol adalah adanya jawaban mereka yang mengisyaratkan bahwa meskipun akan menunggu hingga 3 hari supaya ada jawaban mengenai pengajuan 9 sampai 10 juta tersebut, belum tentu disetujui. Saya langsung mempertanyakan, kalau kira-kira tidak akan disetujui kenapa nyuruh-nyuruh bikin pengajuan? Bukankah itu namanya mengerjai nasabah?
Keadaan tersebut jadi memaksa saya mempertayakan kompetensi mereka. Secara langsung ke mereka sendiri. Seolah seperti memberikan masukan, saya mengatakan bahwa seharusnya dengan berbekal pengalaman menangani masalah yang sudah-sudah, mereka harusnya sudah harus tau sampai dititik mana pengajuan itu bisa membuahkan hasil. Sehingga, pengajuan yang disuruhnya buat itu bisa hanya akan sebagai syarat formalitas saja. Karena pasti bukan baru saya yang mereka tangani. Mungkin sudah puluhan. Bahkan ratusan.
Jangan seperti yang sering terjadi. Sudah disuruh bikin pengajuan (keringanan pembayaran) disuruh lengkapi dengan surat keterangan ini dan itu, tapi hasilnya tetap ditolak. Siapa yang tida akan kesal? Sebenarnya, dari beberapa yang datang berkonsultasi kepada kami, hal-hal seperti itulah banyak membuat nasabah sering jadi malas menyelesaikan masalahnya. Ketika ada niat untuk membayar, respons pihak bank kurang positif, akhirnya uang yang sudah sempat dialokasikan, terpakai lagi ke sasaran lain.
Kembali ke kedua orang tadi. Setelah sekitar sepuluh menit berlalu,kedua orang tersebut masuk kembali kedalam ruangan, dan langsung menyampaikan sebuah tawaran yang katanya dari atasan mereka yaitu angka pastinya jatuh diangka 12 juta.Kalau bisa deal, akan langsung diproses, dan surat keterangan lunasnya langsung keluar dalam hitungan 1 jam.
Sebenarnya saya masih keberatan dengan angka tersebut. Dan hampir menolak dan memutuskan untuk banding ke Bank Indonesia yang memang memungkinkan untuk itu sesuai Peraturan Bank IndonesiaNo. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Namun, karena nasabah yang meminta saya untuk membantunya menyatakan tidak keberatan membayar sejumlah 12 juta tersebut asal hari itu juga clear, dan menyatakan siap mentransfer dananya untuk saya setor langsung ke teller, sayapun langsung menindaklanjutinya.
Setelah transferannya masuk ke rekenig saya dulu, sayapun langsung menyetor ke teller. Bukti dari teller tersebut saya serahkan lagi ke petugas tadi. Kurang lebih sejam kemudian, surat keterangan lunas pun keluar. Dengan adanya surat keterangan lunas tersebut, sesuai isinya, sudah merupakan bukti kuat bahwa permasalahannya dengan bank yang sempat membebaninya kewajiban sebesar kurang lebih 120 jutaan selesai sudah. Clear.
Alangkah senangnya ibu itu dengan selesainya permasalahannya. Entah berapa kali dia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada saya. Demikian juga dengan saya. Saya sangat senang bisa membantu ibu itu, sama seperti rasa senang bisa membantu orang lain yang minta bantuan ke saya.
***
Terkait dengan tulisan ini, maka :
- Bahwa sebesar apapun permasalahan anda dengan bank, jangan takut untuk membicarakan jalar keluarnya. Biasanya pasti ada jalan keluarnya.
- Kalau anda tidak sempat, atau kurang percaya diri untuk menghadapi pihak bank untuk bernegosiasi,wakilkan atau kuasakan kepada yang anda bisa percaya. Dengan catatan penerima kuasa upayakan yang bersedia tidak memungut bayaran (apapun istilahnya) dulu sebelum urusan selesai.
- Surat Keterangan Lunas wajib didapat ketika sudah melunasi pada hari yang sama. Bila perlu ditunggui. Karena sering terjadi ada lagi yang datang menagih, termasuk untuk jaga-jaga pihak bank mencoba-coba mengalihkan pembayaran menjadi pembayaran denda atau bunga, bukan secara keseluruhan.
- Surat Keterangan Lunas tersebut juga bisa menjadi senjata untuk memerintahkan pihak bank melakukan update Sistem Informasi debitur yang out putnya BI Checking, sebab sering terjadi datanya tidak di up date sehingga pas ada BI Checking, belum terlihat ada tanda * (bintang) yang menandakan bahwa pinjaman tersebut sudah lunas. Sebab kalau belum ada tanda itu, pihak yang membaca hasil BI Cheking tersebut akan menyimpulkan bahwa dia masih punya kredit macet. Dengan kata lain belum diselesaikan.Yang tentu saja berujung pada penolakan, kalau sedang mengajukan pinjaman.
***
Bagi yang ingin konsul atau dibantu menyelesaikan contoh kasus seperti ini (melunasi dan dapat surat lunas Bank Mandiri dan atau bank-bank lainnya) bisa menghubungi kami via WA di nomor 081139000996
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H