Berkecimpung di dunia pendidikan walaupun hanya sebagai staf tenaga kependidikan secara langsung menyaksikan sebuah pemandangan yang menyedihkan. Kenapa???
Lantas apa maksud judul di atas?
Dahulu, sekitar tahun 80-an ke belakang masih kurasakan betapa seorang guru bagiku adalah seseorang yang terhormat. Guru yang seharusnya dihormati dan dihargai, adalah sosok penting setelah kedua orang tua di rumah. Mengapa tidak?! Merekalah yang membuka dunia luar dengan segala ilmu dan kepandaiannya, setelah rumah sebagai "Madrasatul Uula" (tempat belajar pertama).
Sedikit pun tak ada keberanian untuk menunjukkan sikap tidak baik di hadapan guru. Mereka wajib kita hargai dengan segala jerih payahnya mengajar dan mendidik kita di sekolah. Mereka yang sudah jelas bukan saudara kita, tapi dengan kesabarannya guru terus membimbing kita menjadi bisa hingga berhasil di kemudian hari.
Beberapa jam berada di sekolah adalah waktu sangat berarti bagi kehidupan kita. Banyak pengetahuan yang kita dapatkan, ilmu dan segala informasi kita peroleh dari sosok guru. Dan itu dapat kita rasakan betapa berharganya waktu bersama mereka selama itu, karena di masa kini kita telah bisa merasakan hasil perjuangan dan pengorbanannya bagi kita secara nyata. Betapa hormatnya kami pada guru.
Tapi kini...
Ketika masa kian kadaluarsa, waktu begitu cepat berlalu. Pemandangan indah itu nyaris punah, ditelan pergeseran nilai yang disebabkan perubahan zaman. Ilmu tanpa adab sama halnya sayur tanpa garam, hambar tak berasa, seperti juga pena tanpa tinta, tiada guna. Sungguh memprihatinkan!
Budi, dulu begitu populer dalam buku pelajaran, adalah sosok siswa yang digambarkan berperilaku baik dan terpuji di mata guru dan dunia pendidikan.
Budi sebagai sinonim dari budi pekerti yang diharapkan mampu membawa perubahan akhlak para peserta didik.
Pasti pikiran anda akan berputar ke masa-masa indah itu. Lantas anda akan kembali tersadar bahwa kita hidup di masa kini yang begitu nyata pemandangannya terlihat oleh kita.