Nasib siapa yang tahu, perjalanan seseorang mengikuti kehidupan berjalan seperti air mengalir. Kisah hidup seorang perempuan yang bernama Aisah (bukan nama sebenarnya) adalah perjalanan terjal mendaki.
Sejak ia mengalami kegagalan berumah tangga, kembali ke rumah orang tua dengan anak semata wayangnya yang baru berusia 5 bulan, sangatlah pedih jika harus dikenang. Orang tua yang hanya tinggal ibunya saja adalah pahlawan besar baginya. Ayahnya telah lama meninggal sejak Aisah berusia 4 tahun. Sosok ayah yang dirindukan sebagai pelindungnya menjelma pada ibunya yang tegar dengan mengurus Aisah dan adiknya hanya seorang diri.
Kegagalan Aisah dalam berumah tangga pun kini harus dihadapi ibunya dengan lapang dada. Belum lagi Aisah yang telah memiliki seorang anak. Aisah sangat terpuruk dengan keadaannya yang menjadi single parent dengan status tidak bekerja. Beban berat otomatis menjadi tanggungan ibunya. Namun keterpurukan Aisah tidak ingin terus menerus menghancurkan kehidupannya.
Aisah pun bangkit dengan sebuah tekad bahwa ia bisa berdiri tanpa seorang suami memapah kehidupannya. Aisah nekad untuk bekerja di luar negeri dengan sakit hati yang dibawanya. Brunei Darussalam adalah negara tujuan ia bekerja menjadi seorang TKW. Ijazah SMA-nya tidak menjamin ia bisa mendapatkan pekerjaan selain untuk menjadi asisten rumah tangga, Amah jika dalam bahasa Melayu.
Tidak berkecil hati dengan pekerjaan yang mungkin bagi segelintir orang sangatlah rendah. Aisah tetap pergi ke sana dengan harapan bisa menabung untuk kehidupannya juga anaknya. Ia harus menguatkan diri berpisah dari anaknya yang dititipkan kepada ibunya. Pada saat itu anaknya baru berusia 1 tahun. Remuk sangat perasaan hatinya ketika Aisah diantar pergi hingga ke bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Air mata terus membasahi pipi Aisah sepanjang perjalanan dengan pesawat hingga sampai di bandara Brunei Darussalam. Ada rasa ragu menyelinap di hatinya ketika malam menyambutnya di negeri orang yang jauh dari keluarganya. Ada rasa ingin berlari untuk kembali ke tanah airnya karena ketakutannya saat Aisah dijemput oleh seorang supir dan beberapa pekerja yang semuanya laki-laki.
Bayangkan saja hanya Aisah perempuan satu-satunya yang berada di dalam mobil yang terus melaju di jalanan yang memang sudah sangat sepi, malam itu semakin larut. Aisah berusaha untuk tetap tenang dan mengendalikan dirinya dari rasa ketakutan dan keraguan. Ia teringat kembali kepada anaknya yang harus diperjuangkan kehidupannya.
Sampailah Aisah di sebuah rumah megah yang memang itu adalah rumah majikannya.
"Alhamdulillah." Begitu gumam Aisah.
Dimulailah episode kehidupannya sebagai seorang amah di negeri Sultan Bolkiah. Kontrak kerjanya selama dua tahun, dan itu sangat terasa lama dalam bayangan Aisah.
"Sungguh berat menanggung kepedihan ini." Bisik hatinya.