Dago tetap macet seperti biasa. Di tengah hiruk-pikuk kendaraan yang saling berebut ruang, terlihat sejumlah penjual bunga duduk di tepi jalan. Mereka dengan sabar menunggu pembeli, meski panas matahari terasa menyengat. Penjual bunga ini berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari orang dewasa hingga lansia, laki-laki maupun perempuan, semuanya turut menjajakan bunga potong untuk hiasan.
Bunga-bunga yang mereka jual beragam jenisnya. Mulai dari mawar merah yang melambangkan cinta, mawar putih yang memancarkan kesucian, hingga bunga matahari yang cerah dan penuh semangat, semuanya tersedia di pinggiran jalan itu. Para pedagang menata bunga-bunga mereka dengan rapi, berharap tampilannya menarik perhatian calon pembeli yang melintas.
Saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah, para pedagang mulai bergerak lebih aktif. Beberapa dari mereka berjalan mendekati mobil-mobil yang berhenti, menawarkan bunga dengan senyuman ramah. Ada yang hanya lewat di samping kendaraan, sementara yang lain mencoba berbicara langsung dengan pengendara, berharap ada yang tertarik membeli bunga mereka.
Harga bunga yang dijual cukup bervariasi, mulai dari Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per ikat. Namun, seperti layaknya aktivitas jual beli lainnya, selalu ada pembeli yang mencoba menawar harga. Meskipun demikian, ada juga pembeli yang justru memberikan uang lebih tanpa meminta kembalian.
Yati, salah satu penjual bunga di lokasi tersebut, berbagi cerita tentang pengalamannya berjualan. "Harga bunga itu mulai dari Rp20 ribu, Rp25 ribu, sampai Rp30 ribu. Ya, biasa ada aja yang nawar, namanya juga jualan. Tapi kadang ada juga yang beli bunga Rp30 ribu, terus ngasih uang Rp50 ribu, tapi gak mau dikasih kembaliannya," ungkapnya sambil tersenyum.
Meski sederhana, pekerjaan ini memberikan penghasilan yang cukup bagi Yati. Mereka paham bahwa tidak semua orang akan membeli bunga, tetapi mereka tetap berusaha menawarkan dengan ramah. Ada kepuasan tersendiri saat melihat pembeli tersenyum bahagia membawa pulang bunga-bunga segar yang mereka jual.
Bagi para pedagang seperti , setiap hari adalah perjuangan. Mereka harus bangun pagi untuk mendapatkan stok bunga segar dari pasar, menatanya dengan rapi, dan menghadapi teriknya matahari sepanjang hari. Namun, semangat mereka tidak pernah surut.
Kehadiran para penjual bunga di Simpang Dago juga menjadi pengingat akan keindahan di tengah kesibukan kota. Di antara klakson kendaraan dan deru mesin, ada momen-momen kecil yang memberikan kebahagiaan, baik bagi penjual maupun pembeli.
Di sisi lain, pekerjaan ini juga menunjukkan solidaritas masyarakat. Pembeli yang rela memberikan uang lebih tanpa meminta kembalian menjadi contoh kecil dari kebaikan yang masih ada di tengah kehidupan kota yang serba cepat.
Bagi Yatidan kawan-kawannya, bunga bukan sekadar barang dagangan. Setiap tangkai bunga yang mereka jual membawa harapan, baik untuk mereka yang menjualnya maupun bagi mereka yang menerimanya. Di tengah panas dan macet, senyuman tulus dari para pedagang bunga ini menjadi pemandangan yang menyejukkan hati.