Lihat ke Halaman Asli

Pasien Gagal Ginjal Tidak Boleh Pergi Haji? (Surat Terbuka untuk Kemenkes)

Diperbarui: 24 Februari 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebagai umat Islam, bisa berhaji dan umrah adalah sebuah cita-cita yang sangat diidam-idamkan setiap orang. Namun saat ini terdapat peraturan baru dari Menteri Kesehatan, yaitu Permenkes No 15 Tahun 2016, tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji. Dalam Permenkes No 15 tahun 2016 pasal 13, dinyatakan bahwa jamaah haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat Istithaah Kesehatan Haji adalah: 1. Kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain gagal jantung stadium IV, gagal ginjal dengan haemodialysis rutin, AIDS stadium IV, stroke Haemorhagic luas ; 2. Gangguan jiwa berat;  3. Jamaah dengan penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya antara lain TDR (Tuberculosis Totally Drugs Resistance), dan sirosis/kanker hati

Hal baru dari Permenkes tersebut adalah untuk pasien gagal ginjal dengan haemodialisis/cuci darah rutin tidak boleh berangkat haji. Kenapa baru ? Karena di tahun tahun sebelumnya, pasien cuci darah dapat/boleh menunaikan ibadah haji. Di Arab Saudi memang terdapat fasilitas cuci darah bagi jamaah haji secara gratis selama ini. 

Berkaitan dengan Permenkes tersebut, terus terang hati saya menjadi sangat “galau”,karena suami saya sendiri menderita gagal ginjal. Andaikan kami baru saja mendaftar haji, atau masih waktu tunggu keberangkatan yang cukup lama, tentu kami sadar dan memahami peraturan ini. Tetapi kami menjadi “galau” karena di tahun ini adalah tahun keberangkatan kami ke tanah suci, setelah 7 tahun masa tunggu.

Menurut pendapat saya gagal ginjal tidak bisa disamakan dengan beberapa penyakit yang disebutkan diatas. Pasien gagal ginjal masih dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana orang sehat, jika menjalani haemodialisis. Seperti halnya suami saya, sampai saat ini masih aktif bekerja  sebagai guru serta  dapat menjalankan aktivitas sehari hari di rumah dengan baik.  

Saat ini, suami berumur 45 tahun, dan telah menjalani haemodialisis rutin selama 7 tahun. Sebagai pasien HD, keadaannya cukup sehat dibanding pasien HD secara umum. Pasien HD yang sudah bertahun-tahun menjalankan cuci darah, biasanya sudah dapat “menyesuaikan diri” secara fisik maupun psikologis dengan keadaan yang kurang menguntungkan. Begitu juga dengan suami saya.

Di rumah sakit tempat suami menjalani haemodialisa, kami tahu bahwa hampir setiap tahunnya terdapat pasien cuci darah yang naik haji. Entah itu hanya 1,2, atau 3 orang. Ini membuat kami,  memiliki semangat baru menjalani hidup dengan hari-hari yang berat dengan harapan suatu saat nanti di tahun 2016 atau 2017 bisa menjalankan ibadah haji. 

Kami mendaftarkan haji dan mendapat nomor porsi 1200036579 dan 1200036581 di tahun 2010. Tahun 2016 kami menjadi jamaah haji cadangan dan baru pada tahun 2017 menjadi jamaah haji yang mendapat porsi berangkat. Kami telah mengikuti manasik haji rutin dengan salah satu KBIH, sudah manasik regu, dan regu kami ada 12 orang, ada saudara dan tetangga dekat yang semuanya merupakan satu jamaah masjid yang sama. Sehingga saling membantu sudah menjadi hal biasa bagi kami.

Pertanyaan saya, apakah semua pasien HD dianggap tidak memenuhi syarat Istithaah Kesehatan Haji? Padahal tingkat kesehatan pasien HD tentu berbeda-beda, yang dapat dipengaruhi oleh umur, penyebab gagal ginjal, lamanya menjalani cuci darah, dan sebagainya. 

Lalu bagaimana sebaiknya, apakah kami (terutama suami) harus mundur, setelah waktu yang begitu lama kami tunggu- tunggu tiba? Kenapa di tahun-tahun kemarin pasien haemodialisis boleh menjalankan ibadah haji, tetapi sekarang tidak boleh? Menurut kami, perlu ada sosialisasi tentang Permenkes No 15 tahun 2016 tersebut baik secara umum maupun bagi pasien HD. Saya tahu cukup banyak pasien HD yang baru mendaftarkan haji atau dalam masa tunggu keberangkatan.

Selama ini seperti belum ada sosialisasi dari Kemenkes ataupun Kemenag. Sosialisasi diperlukan agar pasien HD siap mental atas keputusan dokter , dan menghindari kekecewaan pasien HD yang telah berada pada masa tunggu keberangkatan haji. Kekecewaan akan timbul ketika baru tahu adanya Permenkes ini, di saat tahun keberangkatan. Sehingga untuk bersikap “legawa” tentu tidak mudah.

Sebagai keluarga pasien, kami sudah banyak bertanya kepada pasien haemodialisis yang telah menjalankan ibadah haji, sehingga kami juga telah menyiapkan secara fisik, psikologis maupun administrasi.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline