Lihat ke Halaman Asli

Puji Lestari

Guru PNS

Literasi Restorasi Gumuk Pasir Parangtritis: Keunikan, Ancaman dan Upaya Perlindungan

Diperbarui: 7 Desember 2024   03:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paparan dari narasumber Bappeda Bantul tentang PGSP dan Museum Gumuk Pasir Parangritis di Ruang Studio 1 (sumber : dokumentasi pribadi)

Bantul, 5 Desember 2024. Gumuk Pasir Parangtritis adalah salah satu fenomena geologi unik di Indonesia yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gumuk pasir ini merupakan bagian dari tiga geopark utama di DIY, yaitu Geopark Gunung Sewu, Geopark Merapi, dan Geopark Gumuk Pasir Parangtritis. Gumuk pasir ini menjadi laboratorium alam yang sangat langka, hanya ditemukan di beberapa lokasi di dunia. Dalam rangka mendukung pelestarian dan edukasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul mengadakan kegiatan Literasi Guru terhadap Restorasi Gumuk Pasir Parangtritis, yang melibatkan guru-guru SD hingga SMP/MTs dari wilayah dekat pantai yaitu Kapanewon Kretek, Pundong, dan Imogiri. Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman lebih mendalam tentang keistimewaan gumuk pasir, ancaman yang dihadapinya, serta upaya perlindungan yang harus dilakukan.

Keistimewaan Gumuk Pasir Parangtritis

Gumuk Pasir Parangtritis terbentuk oleh proses geologi, dengan sumber utama material pasir berasal dari Gunung Merapi, yang terbawa oleh aliran Sungai Opak, dan bermuara di Samudera Hindia. Material pasir yang tercurah pada muara Sungai Opak kemudian mengalami pengangkutan oleh arus sepanjang pantai ke arah timur karena pengaruh angin barat. Adanya bagian pegunungan yang menjorok ke laut, maka pengangkutan material pasir menjadi terhalang dan diendapkan di dasar laut. Selanjutnya, endapan pasir tersebut diangkut oleh gelombang ke darat pada musim kemarau. Jika pasir sudah mengering, kemudian ditiup angin lebih jauh ke arah lahan daratan. Pasir yang terangkut secara bertahap terakumulasi membentuk morfologi gumuk pasir yang khas, membentuk  tipe Barchan.

Presentasi tentang trend perubahan luasan Gumuk Pasir (Sumber: dokumentasi pribadi)

Barchan adalah tipe gumuk pasir yang memiliki bentuk menyerupai bulan sabit dengan kedua tanduknya searah aliran angin. Gumuk pasir tipe ini terbentuk di tempat-tempat di mana suplai pasir terbatas dan permukaan tanahnya relatif datar, keras, serta tidak memiliki vegetasi. Ukuran ketinggiannya dapat mencapai hingga 30 meter dan panjang tanduknya bisa mencapai 300 meter. Gumuk pasir berbentuk Barchan yang terdapat di Parangtritis termasuk jarang terjadi di dunia, bahkan merupakan satu-satunya di Asia Tenggara. Gumuk pasir tipe Barchan dijumpai pada wilayah iklim kering dan setengah kering, hanya ada dua di dunia, yaitu di Meksiko dan Parangtritis. Gumuk Pasir Parangtritis adalah sebuah anomali dalam fenomena geomorfologi dunia karena memiliki tipe Barchan di iklim tropika basah.

Museum Gumuk Pasir, yang berada di kawasan ini, juga menjadi pusat edukasi geospasial dan geomaritime. Museum ini menawarkan berbagai fasilitas seperti ruang audio visual, bilik interaktif, zona teknologi pemetaan, zona citra satelit, dan zona khusus yang menjelaskan fenomena Gumuk Pasir Barchan. Melalui museum ini, pengunjung dapat memahami lebih dalam tentang pentingnya ekosistem gumuk pasir, sekaligus menikmati pengalaman belajar yang menarik dan interaktif.

salah satu koleksi  di museum gumuk pasir parangtritis (sumber : dokumentasi pribadi)

Ancaman terhadap Gumuk Pasir Parangtritis

Keberadaan Gumuk Pasir Parangtritis tidak lepas dari berbagai ancaman yang dapat mengganggu kelestariannya. Salah satu ancaman terbesar adalah aktivitas manusia, seperti penggunaan kawasan ini untuk jip wisata. Kendaraan berat ini dapat memadatkan pasir, sehingga mengganggu pergerakan alami butiran pasir yang menjadi ciri khas gumuk pasir. Selain itu, eksploitasi lahan dan perubahan iklim juga berpotensi merusak ekosistem gumuk pasir, termasuk erosi akibat naiknya permukaan air laut.

Pandangan masyarakat terhadap gumuk pasir juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada awal abad ke-20, gumuk pasir dianggap sebagai ancaman yang memerlukan reboisasi. Namun, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, masyarakat mulai menyadari nilai penting gumuk pasir sebagai laboratorium alam dan potensi wisata edukasi. Kini, tantangan utamanya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan ini untuk kegiatan ekonomi dan pariwisata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline