Lihat ke Halaman Asli

Puji Khristiana

Ibu rumah tangga 2 anak yang hobi menulis

Berhentilah Mengatakan Beli Buku Hanya Buang-Buang Uang

Diperbarui: 6 Februari 2022   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi buku Haruki Murakami terbitan KPG. (Dok. KPG/Della Yulia) 

"Beli buku itu sia-sia. Buang uang. Mending uangnya dipakai buat beli baju atau perhiasan. Biar kelihatan cantik"

Itulah komentar dari beberaoa orang ketika mereka tahu bahwa aku rela mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli buku. Rela irit beli baju dan kosmetik biar aku tetap bisa upgrade ilmu pengetahuan sekaligus menikmati novel-novel kesukaanku.

Jangankan mereka. Kadang aku juga bingung sendiri. Kenapa aku tidak mempermasalahkan uang ratusan ribu habis di meja kasier sebuah toko buku untuk membeli beberapa buku kesukaan. Sedangkan rasanya sayang sekali mengeluarkan uang untuk beli baju meski hanya seratus ribu.

Alhasil, aku jarang sekali upgrade baju. Selalu tertinggal dengan informasi fashion terkini. Karena bagiku selama baju masih layak dipakai, tidak ada alasan apapun untuk membeli baju lagi. Kecuali lebaran tiba. Itupun hanya satu stel saja sebagai formalitas.

Tapi tidak untuk buku. Entah sudah ada berapa ratus buku yang memenuhi rak buku di rumah. Aku memang tidak pernah menghitung berapa tepatnya. Tapi koleksi itu terus bertambah seiring munculnya buku-buku baru dari penulis favorit.

Bagiku membaca dan koleksi buku bukan hanya sebatas hobi saja. Lebih dari itu. Membaca adalah kebutuhan. Dan aku sadar ini ketika aku masih duduk di bangku SMA.

Aku duduk di bangku SMA sekitar tahun 2001 hingga 2004. Waktu dimana akses internet belum mudah seperti sekarang ini. Selain televisi, satu-satunya media yang biasa kugunakan untuk upgrade informasi adalah buku. Sesekali baca koran dan majalah sastra yang datang secara berkala di perpustakaan sekolah.

Tiada hari tanpa mengunjungi perpustakaan. Bahkan aku nyaris membaca semua novel yang ada di perpustakaan selama tiga tahun bersekolah di SMA. Kenapa novel? Ya karena aku memang suka sastra. Selebihnya buku-buku ensiklopedi dan buku teknologi yang ada di sana.

Minat bacaku dimulai dari situ. Lalu berlanjut hingga bangku kuliah. Hobiku masih sama. Di sela-sela kelas kuliah biasnya aku lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan daripada di kantin. 

Tidak seperti di SMA yang banyak menyediakan buku sastra, di perpustakaan kampus lebih didominasi buku diktat dan jurnal ilmiah. Terutama untuk buku-buku bidang ekonomi dan investasi. Karena memang aku kuliah di sebuah sekolah tinggi ekonomi swasta di kota Semarang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline