Lihat ke Halaman Asli

Puji Hastuti

TERVERIFIKASI

DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Apakah Aku Bahagia?

Diperbarui: 1 Juni 2024   04:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah aku bahagia? Kenapa tidak? Bukankah bahagia itu bukan sesuatu yang sulit? Bukankah bahagia itu bisa dengan mudah kita dapatkan? Aku hanya perlu merespon secara baik terhadap semua hal yang terjadi. 

Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah takdir Yang Kuasa. Takdir yang dapat kita upayakan sendiri juga. Dengan perjuangan dan doa kita bisa mengupayakan bahagia. Dengan menempatkan hati secara baik, merespon secara benar dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah kehendakNya maka hati kita akan ridho menerima ketentuanNya. Sering kita dengar bahwa daun yang jatuh sekalipun semua atas kehendakNya. Dengan keyakinan yang kuat tersebut maka bahagia akan selalu terbit dalam hati karena tidak perlu bersedih atas apa yang terjadi. Akan ada hikmah baik di semua kejadian. 

Apakah Aku Bahagia? Tentu saja, selama diriku mampu memberikan kebahagiaan sekecil apapun kepada orang lain, maka aku akan rasakan bahagia. Sebagai ibu misalnya pagi-pagi sudah menyiapkan sarapan buat suami dan anak, bekal sudah dibawakan, mereka berangkat ke tempat kerja dan sekolah dengan riang. Segala sesuatu bisa terhandel. Mereka senang kitapun yang melihatnya ikut merasa lega, bahagia,. Jerih payah menyiapkan ini itu dari pagi menjelangpun akan tergantikan rasa bahagia. Meletakkan kebahagiaan diri kita di atas kebahagiaan orang lain. Indah sekali bukan? 

Apakah Aku Bahagia? Iya, Aku bahagia. Mampu mengatur diri, bagaimana menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan yang begitu menumpuk dengan waktu untuk diri sendiri sangat penting. Di sela-sela kesibukan yang amat sangat padat tetap punya waktu untuk membahagiakan diri. Membaca buku yang menjadi kesenangannya, menata bunga dan berkebun yang menjadi hobinya, merawat diri dan pergi ke salon yang menjadi kebutuhannya, pergi ngikut majlis taklim yang sudah menjadi agenda rutinnya, itu semua bila mampu melakukan dengan baik maka keseimbangan hidup bisa terjadi. Kita tidak jenuh dengan rutinitas yang ada. Tidak terjebak dengan seabrek kesibukan yang menyita waktu. Pikirkan juga kesehatan mental diri. 

Apakah Aku Bahagia? Tak ada yang kehidupannya lurus bahagia terus. Sekali waktu ada duka yang tercipta, ada suka yang hadir, silih berganti. Namun bila menjalani dengan biasa saja, tidak beranggapan bahwa kesedihan yang ada sebagai sesuatu yang mengharukan birukan kehidupannya makab kehidupan tidak akan seekstrim itu. Begitu juga dalam menghadapi suka yang datang, jika kita menerimanya tidak berlebihan maka hati akan menjadi tenang. Merasakan kebahagiaan dengan berucap syukur, merasakan kesedihan dengan bersabar 

Sabar itu bukan sekedar pasrah terhadap apa yang terjadi. Namun bersabar itu mengupayakan yang terbaik dari setiap hal. Berjuang dengan gigih meraih cita yang diharapkan. Tidak pantang menyerah dan berputus asa hingga mampu melewati segala rintangan.  Ketika tercapai bisa mengungkapkan bahagianya dengan bersyukur dan menyebutkan nikmatNya yang dianugerahkan agar mampu menjadi hamba yang selalu bersyukur. Begitupun sebaliknya jika tidak teraih harapan, tidak akan menyalahkan, introspeksi diri terhadap apa yang terjadi agar tidak salah lagi di masa depan. 

Jadi apa aku bahagia? Dengan berbagi seperti ini saja ada kebahagiaan tersendiri. Ada kesenangan yang tercipta. Ada rasa yang positif dalam diri. Mari kita create kebahagiaan masing-masing. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline