Hari ini tanggal 21 April, biasa kita ikuti peringatannya dengan memakai baju kebaya. Di kantor-kantor dan lembaga kemasyarakatan akan sangat mudah kita lihat wanita-wanita berubah lebih cantik dan suasana lebih meriah karenanya. Mereka akan berlomba-lomba memakai baju kebaya terbaiknya di hari Kartini ini.
Kenapa kebaya? Bukankah Kartini lebih dikenal sampai kini justru karena tulisan-tulisannya?
Dalam sejarah yang pernah kita pelajari bersama, di situ diceritakan bahwa Kartini kecil ingin terus bersekolah dan beliau mendapatkan kesempatan itu. Namun ketika sudah mulai memasuki masa remaja dan sebagaimana kebiasaan di masyarakat tentang adanya kehidupan dalam pingitan, beliaupun masuk dalam kehidupan itu.
Di sinilah kepekaan beliau terhadap kehidupan masyarakat itu tertuang. Apa yang beliau rasakan, harapkan, keinginannya untuk berkembang, dituangkan dalam tulisan-tulisan di surat-surat yang ditujukan kepada Ny. Abendanon. Akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang kita kenal dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang"
Kekaguman kita terhadap Kartini mestinya dituangkan dengan mengikuti jejak beliau yaitu menulis. Kenapa menulis? Sebagaimana ditulis oleh Pramudia Ananta Noer " Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, Ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah, Menulis adalah bekerja untuk keabadian".
Betapa dahsyatnya akibat virus menulis ini. Himbauan, ajakan, propaganda, sindiran, pendapat, pemikiran, harapan, cita-cits semuanya bisa dituangkan salam bahasa tulisan. Himbauan kepada orang banyak, hanya dengan sekali tulis, sebar melalui media yang ada, sekarang ini sudah bisa langsung kita terima bahkan sampai ke pelosok terpencilpun.
Pemikiran-pemikiran kita tentang kehidupan akan bisa dengan mudah kita sampaikan kalau kita punya kemampuan literasi. Salah satunya melalui media kompasiana ini, dengan mudah kita tuangkan di sana dan begitu klik terbit langsumg bisa diakses jutaan manusia. Kalau keterbacaan dan responnya sih kadang-kadang tidak sama.
Ajakan yang kita sebarkan lewat tulisan bisa dengan mudah orang ikuti. Oleh karenanya ketika menulis tentang ajakan , hendaklah ajakan yang baik. Karena barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan maka ketika orang mengikuti dia akan mendapatkan pahala kebaikan tanpa mengurangi pahala kebaikan orang yang mengikutinya. Bisa dibayangkan ketika kita menulis, mengajak orang berbuat baik, kita sebarkan lewat media sosial misalnya, akan ditangkap oleh banyak orang.
Namun kebalikannya jika kita melakukan propaganda mengajak orang lain berbuat jelek, mengompor-ngompori, membuat resah san tidak nyaman lewat tulisan yang akhirnya membuat orang terbakar emosi, marah dan demonstrasi yang membuat kerusuhan. Siapa yang akan bertanggung jawab? Bukankah kita penulisnya juga akan terkena?
Sering sekali Aku baca tulisan semacam itu. Ketidakpuasan terhadap pemerintah, ingin menjatuhkan lawan politiknya, ketidaksenangan terhadap suatu peraturan / kebijakan, mengkritik program yang sedang berjalan, mengkritisi tindakan yang dilakukan, semua itu ditulisnya dengan bahasa yang membakar emosi, akhirnya kita sebagai pembaca emosinya ikut terbakar.
Tulisan tadi akan kita share, yang membuat semakin banyak orang yang membaca dan pada akhirnya akan semakin banyak orang yang marah. Ujung-ujungnya ajakan untuk demonstrasi muncul, masyarakat tergerak dan jadilah sekumpulan orang memproteskan hal yangckita tuliskan di awal.