"Naskah ibu kami kembalikan. Ada beberapa kutipan yang belum tercantum dalam daftar pustaka, sebaliknya ada daftar pustaka yang tertulis, namun tidak ada dalam kutipan. Janganlah jadi pencuri. Berusahalah untuk menjadi akademisi yang baik, pakai kaidah-kaidah akademik".
Demikian pesan yang diberikan oleh reviewer atau mungkin lebih tepatnya editor ketika Saya mengikuti kegiatan menulis buku referensi bersama. Dalam sebuah kesempatan penawaran di group menulis buku, Saya tertantang untuk ikut terlibat di dalamnya. Bukan tanpa alasan sebenarnya ikut-ikutan kegiatan semacam itu.
Alasan yang sebenarnya adalah belajar untuk mengembangkan budaya literasi. Belajar untuk menyusun buku yang baik. Kapan lagi bisa menyusun buku kalau tidak segera dimulai?
Namun sayangnya tantangan itu tidak terselesaikan dengan baik. Batasan waktu yang diberikan 1 bulan untuk menulis sejumlah minimal 15 halaman tidak terpenuhi. Naskah yang awalnya Saya kira sudah siap tayang karena sudah disusun jauh sebelum tantangan itu ada, ternyata banyak yang tidak memenuhi unsur menulis yang baik. Rujukan-rujukan yang dipakai belum tertulis secara benar. Bahkan banyak paragraf yang tercantum masih tidak memenuhi unsur parafrase yang baik alias banyak yang copy paste.
Tentu saja hasil tulisan yang dikirimkan tersebut belum dapat diterima oleh penggagas penulisan buku itu. Alhasil naskahnya dikembalikan. Namun Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk direvisi.
Belajar dari pengalaman tersebut, Saya tergugah untuk memulai menulis yang benar. Bagaimana menulis dan menyimpan pustaka rujukan yang dipakai harus segera diterapkan. Kehilangan pustaka rujukan tidak mudah untuk dicari, kita harus benar-benar konsisten menyimpan dan menuliskannya dengan benar untuk dapat dirujuk kembali. Begitu juga ketika kita ingin mensitasinya.
Untuk itu saya harus belajar terus bagaimana cara menuliskan daftar pustaka yang benar. Saya harus belajar untuk mensitasi karya orang lain dengan baik.
Aku bukan pencuri dan tidak mau mencuri. Disebut sebagai seorang pencuri, tentu saja hati merasa tidak nyaman. Ada sedikit tanya di sana, benarkah Saya seorang pencuri? Apa artinya ?
Setelah dipikir-pikir ternyata memang betul. Bisa jadi tulisan yang disajikan adalah tulisan yang diambil dari karya orang lain namun tidak ditulis rujukannya. Bukankah itu sama saja dengan kita mencuri karya orang lain? Saat itulah julukan sebagai seorang pencuri telah tersematkan.
Menulis artikel bebas juga kelihatannya tidak lebih mudah dari menulis buku ajar atau buku referensi. Dalam penulisan artikel bebas memang kita tidak dituntut untuk menyajikan daftar pustaka. Namun setidak-tidaknya hasil tulisan kita hendaknya tulisan yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebuah tulisan yang mengandung kemanfaatan, sebuah tulisan yang benar dan bukan sebuah pembohongan apalagi tulisan hasil pencurian alias copy paste dari tulisan orang lain tanpa menyebutkan si penulis yang sebenarnya.