Kegaduhan yang terjadi di negeri ini harus disikapi dengan bijak. Diam, tidak ikut menyebarkan, introspeksi diri dan berbuat baik demikian sikap yang saya usulkan guna menghindarkan diri dari keterlibatan pada kegaduhan yang terjadi pada negeri ini. Bagaimana tidak gaduh kalau ada sesuatu yang terjadi semua orang ikut berkomentar, banyak pihak yang malah menjadikannnya sebagai senjata untuk menyerang pihak lawan.
Diam bukan berarti kita tidak terlihat. Diam bukan berarti kita kalah. Diam bukan berarti kita tidak peduli. Namun diam adalah emas. Emas jika kita menggunakan diam tersebut bukan karena ketidakpedulian kita. Namun diam akan menjadi emas jika kita bisa mengambil semua kegaduhan yang terjadi sebagai hikmah bagi diri.
Coba bayangkan kalau seandainya kita diam pada saat kasus kebohongan RS misalnya. Hikmah yang bisa kita ambil salah satunya agar kita tidak berbuat semacam itu. Hikmah agar kita tidak mudah berkata dusta. Apabila kita tidak ikut berkomentar, kita tidak ikut menyebarkan berita tersebut. Bisa jadi kasus itu tidak akan seheboh sekarang ini.
Kebohongan memang tidak benar. Kedustaan memang sesuatu yang salah. Namun kalau kita tidak ikut menyebarkan berita, hujatan kepada orang yang berbuat semacam itu mungkin kasus sudah selesai. Biarlah urusan kebohongan itu antara dia dengan Tuhannya.
Zaman sekarang ini adalah masa di mana sebuah berita dalam sekejap bisa menjadi viral. Semua orang, besar kecil, tua muda bisa dengan mudah mengaksesnya. Dalam hitungan detik milyaran orang bisa mengetahui langsung di tempat dimana dia berada pada waktu yang sama.
Kecanggihan teknologi di abad ini memungkinkan seseorang mengetahui aib orang lain saat itu juga. bukan karena dia pergi ke tempat kejadian berada, namun hanya dari gerakan jari pada gagdjetnya.
Kata "Sontoloyo" misalnya, selama ini mungkin tidak banyak yang tahu kata tersebut. Namun karena yang mengatakan itu adalah orang nomor satu di negeri ini, maka dalam sekejap seluruh rakyat negeri ini jadi tahu. Apa itu sontoloyo? Bagi mereka yang tidak tahu, pasti bertanya-tanya. Mahluk jenis apa itu?
Gambaran yang saya berikan untuk sontoloyo ini mungkin tidak seratus persen benar. Namun setidaknya saya memberikan definisi sepanjang yang saya pahami sebagai orang Jawa yang pernah mendengar kata tersebut sebelumnya.
Predikat sontoloyo diberikan kepada mereka yang kurang bekerja keras, mentalnya rendah, suka menggantungkan diri pada orang lain, tidak semangat, bersikap plin plan. Kata-kata tersebut biasanya diucapkan untuk bahasa ejekan.
Ganti kata "Sontoloyo" dengan "tidak santun". Mengapa harus diganti? Bukankah kata-kata sontoloyo itu sudah menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari pihak yang ingin kita kata-katai tersebut? Bukankah predikat yang kita berikan itu sudah pas?
Berpijak dari sebuah "private training magnet rezeki" yang pernah saya ikuti, kata-kata yang kita ucapkan hakekatnya akan kembali pada diri kita. Termasuk kata-kata negatif yang kita ucapkan. Kata adalah doa.