Menit demi menit waktu yang terlewati ketika menunggui masa menjelang meninggalnya ibu sungguh meninggalkan kenangan yang tak terlupakan. Gambaran tanda-tanda vital yang terus menurun di layar monitor masih sangat jelas terekam di kepala.
Nafas satu demi satu yang mulai menghilang dari dada ibu membuatku merasa sesak dan panas dingin. Dengan terus menyebut kata Allah, Allah, Allah, aku berusaha terus menuntun ibu yang sudah tidak sadar akibat stroke yang dialaminya sejak 11 hari yang lalu.
Awalnya aku mendapat telepon dari adikku yang tinggal bersama dengan ibu, kalau malam itu ibu menggigil setelah buang air kecil. Kondisi semacam itu memang sudah sering dialami.
Kalau ibu merasa kedinginan, biasanya badannya menggigil dan setelah dihangatkan dengan menggunakan minyak angin dan semacamnya biasanya tubuhnya kembali hangat dan menggigilpun hilang. Namun malam itu ternyata ibu langsung tertidur. Adikku mengira ibu langsung tidur pulas sehingga adikkupun langsung tidur. Kejadian tersebut sekitar jam 1 malam.
Saat bangun subuh, adikku kaget, tidak biasanya ibu mengompol. Di sprei tempat tidurnya sudah basah ke mana-mana. Dengan rasa cemas, adikku membangunkan ibu dan benar saja, ternyata ibu sudah tidak bisa diajak komunikasi.
Mulut dan muka sudah terlihat merot, tangan dan kaki kiri sudah terjatuh begitu diangkat dan dilepaskan. Sudah tidak ada tahanan sama sekali. Kalau tangan dan kaki kanan masih bisa mengangkat dan bergerak-gerak.
Akhirnya adikku menelponku dan meminta saran apa yang harus dilakukan. Aku yang memang tinggal jauh dari ibu, hanya bisa menyarankan untuk segera diperiksakan dan dibawa ke rumah sakit. Aku akan langsung ke rumah sakit tersebut untuk melihat keadaan ibu lebih lanjut.
Akhirnya ibu dibawa ke rumah umum daerah. Setelah dilakukan pemeriksaan awal, dilakukan tindakan pemasangan infus, oksigen dan diberi suntikan. Setelah itu dilakukan foto rontgen dan dari pemeriksaan penunjang itu diketahui hasilnya kalau ibu ternyata mengalami stroke non haemoragik.
Stroke yang bukan karena pecah pembuluh darah, namun ada beberapa sumbatan yang terjadi dan itu menimbulkan infark atau kerusakan yang cukup luas pada daerah otaknya. Akibat kerusakan tersebut ibu mengalami kondisi menurun kesadaran, tidak bisa berkomunikasi, tidak mampu menelan dan tidak bisa menggerakkan sebagian anggota tubuhnya.
Rawat inap di rumah sakit dilakukan untuk pengobatan lebih lanjut. Dari ruang IGD ibu dipindah ke ruang perawatan. Untuk membantu nutrisinya akhirnya dipasang selang ke lambung guna pemberian makanan cair yang bentuknya seperti susu. Diminumkan sebanyak 6 kali perhari. Sekali minum sekitar 150-200 mml.
Hari demi hari perawatan, kondisi ibu tidak semakin membaik. Kesadaran semakin menurun dan akhirnya di hari ke 6 perawatan ibu dipindahkan ke ruang intensif untuk pemantauan lebih lanjut. Dipasang layar monitor dan hanya boleh dijaga secara bergantian. Kondisi tersebut dialami hingga hari ke 9 perawatan, terlihat respon buka mata.