Lihat ke Halaman Asli

Puji Hastuti

TERVERIFIKASI

DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

“Hanya Omong-omong Biasa"

Diperbarui: 8 Desember 2015   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ga usah dibesar-besarkan, ini kan hanya omong-omong biasa”. “Biasalah, itu kan hanya gurauan saja”.

Sepertinya kalimat seperti itu akhir-akhir ini sering kita dengar. Sebuah pernyataan yang sepertinya menganggap apa yang keluar dari lisan kita bukanlah sesuatu yang berat. Bukan sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan. Bukan sesuatu yang memberi dampak kepada sesama di lingkungan sekitar.

Sepertinya ada yang terlupakan, bahwa apapun yang keluar dari lisan kita baik dalam keadaan tenang, sabar, sadar, senda gurau maupun marah harusnya tetap terjaga. Dalam pepatah Jawa ada yang mengatakan “ Ajining diri soko lathi”. Bukan berarti harga diri ada pada keindahan lidah, yang untuk memperindahnya kadang kala ada juga yang memberikan tindik dan dipasangi perhiasan di sana. Bukan, bukan seperti itu kelihatannya.  

Harga diri itu ternyata berasal dari lisan kita. Pada ucapan kita, pada kata-kata kita, pada pembicaraan –pembicaraan kita, pada pernyataan-pernyataan kita.  Apakah ucapan, kata-kata, pembicaraan, pernyataan yang kita keluarkan bisa asal saja? Bukankah mulut, adalah mulut kita, Bukankah lidah adalah lidah kita? Mengapa orang lain harus berurusan dengan ucapan, kata-kata, pembicaraan, pernyataan yang kita sampaikan ?

Andaikan kita bisa sebebas itu, andaikan kita bisa sevulgar itu, andaikan kita bisa berekspresi dan mengeluarkan ucapan, kata-kata, pembicaraan, pernyataan  dari mulut tanpa pertanggungjawaban, mungkin sudah hancur dunia ini dari jauh sebelum kita lahir. Bagaimana tidak ?

Lidahnya setajam pedang, mengiris hati yang mendengarkan. Lidahnya setajam peluru, menembus langsung ke jantung. Sakitnya tuh di sini, jauh menusuk ke dalam hati, walau hanya berupa untaian kata, yang meluncur tanpa dicerna. Namun akibatnya membakar hati, mengguncangkan dada, menggelorakan amarah hingga nyaris tak sadar dicabutnya pedang karena merasa harga dirinya dinjak-diinjak oleh sebuah ucapan.Yang dikiranya hanya ucapan biasa, ucapan yang hanya berupa omong-omong saja, ucapan yang hanya senda gurau saja.

Untuk itu hati-hati dengan lisan. Jagalah ucapan. Dimanapun dan dalam keadaan apapun. Karena bisa jadi ucapan yang kita rasakan biasa ternyata menyakitkan sesama. Karena bisa jadi ucapan yang kita bahasakan dengan senda gurau mengandung maksud yang sesungguhnya. Ucapan yang sebenarnya serius namun kita bahasakan dengan tertawa.

Kita tidak mengerti dengan sesungguhnya isi hati. Kita tidak tahu dengan niat yang tersembunyi. Kita tidak mengerti dengan bahasa hati. Bahasa hati tak bisa ditebak, bahasa hati tak bisa didengar. Kita hanya bisa menebak dan mendengar apa yang sudah keluar. Dan apa yang sudah keluar tak bisa ditelan lagi. Apalagi kalau sudah sampai menyakiti. Akan membekas di sanubari, tak mudah hilang walau waktu berbilang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline