Lihat ke Halaman Asli

Puji Hastuti

TERVERIFIKASI

DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Preeklampsi : Menakutkan untuk Ibu Hamil?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14297587811577207400

Rabu, 22 April 2015 hari yang lumayan berat bagi teman kantorku. Hari itu dia harus berjuang di ruang operasi guna melahirkan putra kembarnya di umur kehamilan yang belum sempurna. 31 minggu umur kehamilannya dan berdasarkan prediksi hasil pemeriksaan USG bayi kembarnya belum mencapai 1,5 kg beratnya. Namun tensi yang tinggi mencapai 180/100 mmHg,protein urin yang positif 3, bengkak di kedua kaki yang sudah sampai ke muka adalah tanda-tanda yang kurang baik bagi seorang ibu hamil. Pre eklampsi  telah menghadangnya. Guna menyelamatkan ibu dan bayinya maka dilakukan tindakan sectio caesaria segera. Alhamdulillah saat ini bayi kembarnya telah lahir dengan berat masing-masing 1,3 kg dengan kondisi yang lumayan baik meskipun harus dirawat di ruang perinatal resiko tinggi dan ibunya juga dalam perawatan di ruang intensif.

[caption id="attachment_379819" align="aligncenter" width="150" caption="Sumber Foto Puji Hastuti"][/caption]

Preeklampsia sendiri disebut-sebut merupakan salah satu penyebab angka kematian ibu. Disamping sebab yang lain seperti penyakit jantung, perdarahan, tuberkulosis, radang otak dan lain-lain. Angka kematian ibu di Jawa Tengah cukup memprihatinkan karena ada kecenderungan kematian ibu melahirkan meningkat dalam lima tahun terakhir. Kasus puncak kematian ibu dan bayi terjadi pada tahun 2014, dimana pada tahun ini terjadi 711 kasus atau 126,55 per seratus ribu angka kelahiran hidup. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak sejak tahun 2008. Untuk jumlah angka kematian ibu melahirkan sejak 2010-2014 secara berurutan, yaitu: 611 kasus, 668 kasus, 675 kasus dan sempat turun pada 2013 menjadi 668 kasus.

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu disertai dengan proteinuria (Saifuddin, 2010). Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuria, edema/bengkak, yang kadang - kadang disertai konvulsi/kejang sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukan tanda - tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya (Sofian, 2012).

Pre eklampsi dibagi menjadi pre eklampsi ringan dan pre eklamsi berat. Pre eklampsi ringan ditandai dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Pengukuran minimal 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam lebih baik 6 jam. Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu (Sofian, 2012). Pre eklamsi berat ditandai dengan Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih. Proteinurea 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam. Keluhan serebal, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium. Edema paru - paru atau sianosis (Sofian, 2012)

Penyebab penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor - faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat (Wiknjosastro, 2007).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosial ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2006).

Menurut Saifuddin (2010) faktor risiko terjadinya Preeklampsia terdiri dari beberapa faktor yang pertama adalah paritas dimana kehamilan pertama dianggap berisiko karena belum adanya catatan medis tentang perjalanan persalinan ibu. Wanita yang baru menjadi ibu dengan pasangan baru ternyata enam sampai delapan kali lebih mudah terkena preeklampsia daripada multipara (Bobak, 2005).

Faktor risiko kedua adalah kehamilan multipel dimana pada kehamilan ganda meningkatkan trofoblast dan adanya gangguan imun dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia (Saiffudin, 2010). Faktor risiko ketiga adalah Diabetes Mellitus (DM).  Preeklampsia dengan penyakit DM dapat menimbulkan banyak kesulitan. Penyakit ini akan dapat menyebabkan perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang dipengaruhi oleh kehamilan. Perubahan fisiologi kehamilan menganggu kerja insulin. Antagonis insulin selama kehamilan mungkin merupakan akibat dari kerja laktogen plasenta yang disekresi dalam jumlah besar, dan untuk sebagian kecil akibat dari kerja insulin. Begitupula insulin plasenta dapat turun meningkatkan diabetogenesis yang timbul oleh kehamilan yang akan memberikan efek preeklampsia (Cunningham, 2006).

Faktor risiko ke empat adalah umur. Kehamilan pada umur muda kurang 20 tahun terjadi peningkatan insidensi preeklampsia/eklampsia mungkin disebabkan oleh perkembangan yang kurang optimal dari vaskulatory uterine dan mudah mengalami peningkatan tekanan darah dan cepat menimbulkan kejang. Pada umur lebih 35 tahun, dengan bertambahnya umur akan meningkatkan insidensi hipertensi kronik dan berisiko untuk terjadi superimposed preeklampsia pada usia tua meskipun mental dan sosial ekonomi lebih mantap dibanding dengan yang muda tetapi fisik mengalami kemunduran. Risiko yang lebih besar yang harus dihadapi oleh ibu yang telah berumur lebih 35 tahun adalah anak dengan sindrom down, dan mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes. Umur kurang 20 tahun dan  lebih 35 tahun pada wanita dengan balance translation (genetik) dapat meningkatkan terjadinya preeklampsia/eklampsia (Wiknjosastro, 2007).

Faktor risiko ke lima adalah riwayat keluarga yang pernah preeklampsia.Faktor keturunan dan familial dengan metode model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Saiffudin, 2010).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline