Lihat ke Halaman Asli

Dini Pujiarti

Orang biasa, Indonesia

Sekolah dari Rumah Versi Pandemi Covid-19

Diperbarui: 24 Juli 2020   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar di rumah.dokpri

Sekolah sudah dimulai kembali, tapi kali ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2020 menjadi tahun istimewa, dalam waktu yang singkat banyak perubahan yang terjadi di kehidupan manusia. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dimanapun dan kapanpun, kita harus tetap belajar. Contohnya pada saat ini, anak-anak harus tetap sekolah meski dari rumah.

Beberapa sekolah mewajibkan murid/siswa untuk memiliki handphone, laptop, komputer, dan sejenisnya agar bisa mengikuti sekolah online (daring). Tapi beberapa juga masih ada yang memberikan tugas kepada siswa secara offline kemudian dikumpulkan satu minggu kemudian, begitulah sistem sekolah atau pendidikan di masa ini.

Namun tidak semua anak memiliki smartphone, laptop, untuk bisa akses internet. Bagaimana nasib anak-anak ini di masa depan? Sebenarnya isu pendidikan di masa pandemi juga menjadi fokus utama organisasi dunia, diantaranya yaitu UNICEF. Pada tanggal 18 Juni 2020 yang lalu, 

UNICEF mengadakan webinar tentang Corona Virus & Children: Remote Learning and Beyond. Alhamdulillah penulis berkesempatan join atau ikut bergabung sebagai peserta pada webinar ini yang diikuti oleh para peneliti, pakar atau ahli, serta orang-orang dari berbagai negara.

Pertanyaan yang sempat diajukan oleh penulis pada saat itu adalah "Bagaimana nasib anak-anak yang tinggal di daerah yang masih belum bisa akses internet secara total? Siswa hanya diberikan tugas oleh guru dan dikerjakan di rumah. 

Tetapi mereka mengerjakan sesuatu yang tidak dimengerti, karena tidak mendapatkan penjelasan langsung dari guru seperti pada masa sekolah sebelum adanya pandemi dan menurut saya belajar daring kurang efektif karena tidak semua anak dapat mengakses internet, juga walaupun bisa akses internet yang dibuka adalah game, dll karena tidak ada yang mengawasi. Apakah akan terus seperti ini? saya harap tidak"

Pertanyaan penulis cukup terjawab dari penjelasan oleh Henrietta H Force. Banyak anak yang harus terpaksa keluar dari sekolah karena pandemi, memaksa kita semua berpikir bagaimana caranya agar anak-anak tetap mendapatkan pendidikan. Poin penting yang juga dibahas dalam webinar ini adalah tentang kesehatan mental anak-anak.  

Di beberapa negara saat sekolah kembali dibuka, ada anak-anak atau remaja yang bunuh diri karena tekanan mental selama pandemi dan ini sangat memprihatinkan, semoga hal ini tidak terjadi di Indonesia.

Anak-anak di Desa penulis juga saat tahun ajaran baru harus sekolah dari rumah, tapi tidak secara online karena masih belum memungkinkan lewat daring. Bahkan di daerah lain, ada guru yang mengajar siswa dari rumah ke rumah. Kadang sedih melihat tawa dan senyuman anak-anak yang tinggal di lingkungan penulis, mereka tidak tahu apa-apa, bagaimana nasib mereka kedepannya, mereka hanya tahu belajar dan bermain. 

Jadi penulis berusaha semampu penulis untuk membantu mereka, anak-anak yang tinggal di sekitar rumah penulis, baik keluarga maupun anak tetangga. Memang tidak mudah karena penulis hanya sendiri membantu 4-6 anak mengerjakan tugas, menjelaskan materi yang mereka tidak pahami. 

Penulis juga keterbatasan waktu dan ilmu, karena penulis juga harus mengerjakan hal lain, apalagi sekarang penulis juga masih menempuh pendidikan S-1 dan masih berjuang mengerjakan skripsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline