Lihat ke Halaman Asli

Pujakusuma

Mari Berbagi

Untuk Buruh, Mogok Nasional Bukan Solusi!

Diperbarui: 4 Oktober 2020   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok cnbcindonesia.com

Sejumlah federasi buruh sepakat akan menggelar aksi mogok nasional pada 6-8 Oktober mendatang. Panasnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law dan Cipta Kerja oleh DPR menjadi penyebabnya.

Setidaknya ada tujuh poin yang disorot buruh dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Pertama soal rencana penerapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) bersyarat, perubahan pemberian pesangon dari 32 bulan menjadi 25 bulan, perjanjian kerja kontrak seumur hidup, outsourching pekerja seumur hidup, waktu kerja dinilai eksploitatif, hilangnya hak cuti dan hak upah atas cuti serta yang terakhir hilangnya jaminan pensiun.

Sejumlah organisasi buruh telah sepakat dan menandatangani rencana mogok nasional itu. Mereka akan mengerahkan seluruh pasukannya saat menggelar aksi di sejumlah tempat selama aksi mogok nasional berlangsung.

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menyebutkan, akan ada aksi demonstrasi di sejumlah wilayah di Indonesia. Rencananya, lebih dari 100 ribu orang akan menggelar aksi di semua daerah itu, dan pusatnya, aksi akan digelar di depan gedung DPR RI pada Kamis (8/10) dengan peserta 20 ribu orang.

Jika benar hal itu dilakukan, tentu aksi mogok nasional ini menjadi sebuah ancaman. Bukan hanya pengusaha yang terancam merugi karena tidak bisa berproduksi, negara juga harus sigap mengatasi permasalahan ini.

Pasalnya, di tengah pagebluk Covid-19, aksi mogok nasional yang diwujudkan dengan aksi demonstrasi besar-besaran bisa menjadi klaster penularan Covid-19. Apalagi, para buruh sudah banyak yang menjadi korban dari penularan virus ini, mengingat klaster perkantoran dan industri selama ini sudah terjadi.

Pengalaman beberapa kali meliput aksi demonstrasi saat pandemi, penulis melihat pelanggaran protokol kesehatan yang nyata di depan mata. Mereka banyak yang tak memakai masker dengan benar, duduk bergerombol dan tidak peduli pada protokol kesehatan. Parahnya, saat penulis mewawancarai beberapa buruh, mereka dengan tegas tidak takut tertular Covid-19. Mengerikan!

Ratusan ribu buruh serentak turun ke jalan, sudah dipastikan penerapan protokol kesehatan akan keteteran. Aparat kepolisian sudah pasti kewalahan, akhirnya hanya membiarkan kerumunan, yang penting aksi demo berjalan aman.

Lalu siapa yang merugi kalau sampai terjadi klaster dalam aksi itu? Sudah pasti para demonstran sendiri.

Belum lagi, ancaman sanksi dari kalangan pengusaha. Asosiasi pengusaha sudah angkat bicara, dan mengancam akan mempermasalahkan buruhnya yang terlibat dalam aksi mogok nasional itu. Buruh yang ikut aksi mogok nasional, terancam diberi sanksi karena dianggap melanggar perjanjian kerja.

Pengusaha beralasan, aksi mogok nasional buruh yang akan digelar pada 6-8 Oktober mendatang dinilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan, mogok kerja bisa dilakukan apabila terjadi gagalnya perundingan antara pengusaha dengan buruh, bukan terkait kebijakan pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline