"Jangan merasa senang berlebihan, agar tak sedih berlebihan. Tapi bukan berarti perasaan sedih patut untuk disalahkan."
-Puja Nor Fajariyah
Aku yakin setiap manusia yang hidup pasti merasakan momen bersedih. Alasan seseorang merasa bersedih tentu saja bermacam-macam. Biasanya perasaan ini muncul karena sebuah peristiwa buruk entah itu berupa kehilangan dan biasanya akan dihindari munculnya. Aku ingat, ada salah satu kejadian yang sempat membuat aku bersedih cukup lama waktu itu. Aku akan coba menceritakannya sebentar lagi.
Well, berbicara mengenai kesedihan, dalam tulisanku kali ini aku memang hendak menuliskan salah satu hal yang berkaitan dengan hal ini yaitu mengenai sebuah teori yang dikembangkan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross yang dikenal dengan istilah "Stages of Grief" atau tahapan kesedihan ketika mengalami kehilangan. So, kalau kamu penasaran maka aku sarankan untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.
Memang sih, aku sadari bahwa cara seseorang ketika merasakan duka adalah berbeda-beda. Namun, berdasarkan fakta yang ada, terdapat berbagai kesamaan pada seseorang dalam prosesnya. Aku pernah mengalami salah satu momen kehilangan yang cukup membuat aku bersedih tepatnya terjadi pada semester 5 perkuliahan tahun lalu. Jujur saja, aku kuliah di Malang dengan biaya beasiswa. Jarang sekali atau bahkan sejak kuliah aku tak lagi meminta uang kepada orangtua berkaitan dengan kebutuhan perkuliahan.
Bisa dibilang uang beasiswa sudah cukup untuk membiayai hidupku selama di Malang dan jauh dari orang tua. Selain itu, aku juga bekerja lepas atau sebagai freelancer design dan tentunya menulis artikel sehingga setiap bulannya mendapatkan penghasilan tambahan. Tepatnya di sekitar bulan Agustus tahun 2020, aku terkena penipuan dengan kedok whatsapp phising.
Saat itu ada salah satu orang yang menghubungiku dan memang dari bahasa chat-nya nampak seperti dia biasanya. Yang aku ketahui, temanku ini memang memiliki usaha dan penghasilannya jauh diatasku. Dari bahasa chatnya, dia ingin meminjam uang yang cukup banyak kepadaku, jutaan lah pokoknya.
Aku tentu saja tidak menaruh kecurigaan sama sekali karena aku kira dia hendak transfer ke salah satu konsumernya dan memang terkendala masalah. Akhirnya aku melakukan transfer sesuai dengan apa yang temanku ini butuhkan. Aku ingat sekali kejadiannya malam hari, dan aku baru sadar kalau aku telah terkena penipuan itu pada pagi harinya. Aku tahu dari grup chat dan mengatakan kalau whatsapp temanku ini telah di hack dan kalau ada yang di chat ingin meminjam uang jangan diberikan. Dari sini tentu saja aku panik dong.
Aku coba menghubungi temanku ini melalui kontak keluarganya dan akhirnya benar adanya. Pun korbannya bukan aku saja. Akhirnya aku dihadapkan pada beberapa kondisi yang cukup membingungkan. Pertama, akan betapa jahatnya aku kalau menagih uangku sebab sudah tentu temanku tengah bersedih. Kedua, kalau aku tak menagih tentu saja aku harus merelakan uangku yang hilang karena keteledoranku tadi. Akhirnya aku memilih untuk diam dan berlarut dalam kesedihan sendiri. Sambil berjuang untuk mengikhlaskan.
Setelah aku membaca mengenai teori Dr. Ross, aku rasa bahwa teori ini benar-benar aku alami sendiri. Dimana teori ini tepat sekali dalam mendeskripsikan perasaan ketika tengah kehilangan. Baik itu kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, barang berharga atau ketika terdiagnosis mengalami penyakit serius. Hal ini juga tertulis dalam buku "On Death and Dying" yang mana isinya terkait hasil observasi terhadap pasien-pasien Dr. Ross yang menderita penyakit dengan keadaan cukup gawat. Adapun tahapan kesedihannya sendiri adalah sebagai berikut