Lihat ke Halaman Asli

Puja Nor Fajariyah

TERVERIFIKASI

Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Suicidal Thoughts, Palestina, dan Betapa Berharga Sebuah Nyawa

Diperbarui: 17 Mei 2021   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto pemakaman orang Palestina yang syahid karena perang antara Israel dan Palestina di Jalur Gaza (Sumber: Medcom.id)

"Ketika di sebuah belahan bumi ada manusia yang kehilangan nyawa bukan karena kemauannya, di belahan bumi lainnya justru ada manusia yang hendak kehilangan nyawanya tanpa dipaksa"
-Puja Nor Fajariyah

Kita tahu bahwa berita yang tengah marak akhir-akhir ini adalah mengenai Palestina dan Israel. Jujur saja setiap kali aku membaca berita, melihat foto, atau menonton video yang beredar dan tersebar di dunia maya, ngilu rasanya. Betapa tidak, betapa banyaknya anak-anak yang kehilangan orang tuanya, orang tua kehilangan anaknya, suami kehilangan istrinya, ataupun sebaliknya. Dari peristiwa yang terjadi tadi, seolah nyawa tidak ada harganya. Orang meninggal bergelimpangan, kekejaman dimana-mana. 

Sempat aku terpikir mengenai bagaimana rasanya perasaan anak-anak usia dini disana yang kehilangan masa kecilnya. Masa yang seharusnya dipenuhi tawa dan bahagia, justru terenggut terganti riuh gemuruh bom, roket, dan genjatan senjata dimana-mana. Sungguh, kalau ditanya lebih kuat mana mentalku dengan anak-anak kecil jalur Gaza, mungkin aku tak ada apa-apanya.

Di satu sisi, tentu saja secara tidak sengaja aku membaca sebuah artikel yang mana isinya seperti ini,

 "Setidaknya satu orang setiap 40 detik meninggal dunia akibat bunuh diri. Dalam setahun, angkanya bisa mencapai 800.000 orang." 

Dan ya, aku terpikir mengenai adanya ketimpangan yang nyata. Bagaimana bisa ketika ada manusia yang nyawanya terenggut dan berjuang mati-matian untuk hidup, namun ada manusia lainnya yang justru ingin kehilangan nyawa. Seolah nyawa yang ia punya tidak lagi berharga sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya. Meskipun aku tahu, permasalahan hidup masing-masing manusia itu berbeda, namun aku kira tak jauh lebih berat dari beban hidup manusia yang hidup di wilayah perang. Dimana, pada keadaan antara hidup atau mati mereka masih berjuang mati-matian untuk mempertahankan nyawanya sendiri, keluarga, bahkan kedaulatan negaranya seperti laiknya Palestina.

Dari sini kemudian aku ingin membahas lebih dalam mengenai mengapa seseorang bisa memiliki pemikiran untuk bunuh diri namun dari sudut pandang psikologi. Well, kalau kamu penasaran mengenai hal ini, maka aku sarankan kamu untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.

Kalau aku tanya, kapan kira-kira manusia akan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya atau bunuh diri? Dan ya, biasanya hal ini terjadi ketika ia dilanda masalah yang menurutnya begitu berat dan tak ada cara penyelesaian lagi kecuali mengakhiri hidupnya. Atau kamu sendiri pernah berada di posisi yang seperti ini? Dalam dunia psikologi, hal ini dikenal dengan istilah suicidal thoughts

Suicidal thoughts atau pemikiran tentang bunuh diri ini tidak dapat disepelekan dan dalam dunia psikis sendiri, ini sudah termasuk dalam kondisi darurat.

Memang sih, mustahil rasanya kita untuk dapat mengetahui isi hati manusia, termasuk untuk mendiagnosa apakah ia memiliki pemikiran untuk bunuh diri dalam pikirannya. Namun, tentu saja bukan tidak mungkin hal ini ditunjukkan melalui tindakan yang tidak biasa dilakukan oleh seseorang dan berbeda dari biasanya. Nah, dengan adanya perbedaan ini kemudian bisa dijadikan sebagai alarm oleh orang di sekitarnya. Kalau hal ini terjadi pada orang terdekatmu, maka jangan sama sekali kamu untuk abai atau menyepelekan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline