"Udah Kak, kakak dengerin aja kata Mama,"
"Udah Mbak, Papa lebih tau yang terbaik buat Mbak, ikuti aja perintah Papa."
Kalimat ini sering dilontarkan oleh para orangtua terhadap anak mereka yang berada di usia remaja awal. Bagi sebagian orang, hal ini merupakan hal yang wajar. Sebab, ada benarnya terkait pemahaman yang ada di masyarakat bahwa masa remaja adalah masa yang cukup kritis dalam fase hidup seorang manusia. Fase dimana seorang anak-anak mulai mencari jati diri mereka yang sebenarnya.
Dan para orangtua, akan melakukan hal-hal ekstra untuk mengantisipasi anak mereka tidak terjerumus kearah pencarian jati diri yang tak seharusnya. Ditambah, dengan fakta bahwa semakin ke sini semakin banyak anak remaja yang terbawa oleh arus pergaulan yang bebas semakin membuat banyak orangtua merasa mawas dan was-was. Pada akhirnya, cara proteksi super ketat akan dilakukan untuk mematahkan kekhawatiran yang dimilikinya.
Namun, cara yang seperti ini, justru bertentangan dengan kondisi psikologis yang dialami seorang remaja awal. Yang mana, secara karakteristik, seorang remaja awal akan selalu memiliki perasaan 'ingin memberontak'. Pada akhirnya, alih-alih orangtua ingin membuat anak remaja mereka patuh, namun membuat anak tak segan memperlihatkan sikap acuh.
Aku membaca sebuah status di lama Facebook temanku, Zulva Ardiansyah yang dipostingnya pada tanggal 24 September 2020 lalu, yang isinya,
"Kamu bisa memuji anak umur 10 tahun dengan cara mengatakannya seperti sudah SMP. Sementara itu, kamu bisa mencaci orangtua berumur 23 tahun dengan memanggilnya Pak atau Bu."
Postingan ini cukup menarik perhatianku, sebab memberikan aku pandangan bahwasanya anak yang sudah berumur menjelang remaja atau remaja awal sejak umur 10 tahun akan merasa lebih menerima diperlakukan seperti layaknya orang yang lebih dewasa daripada dianggap masih anak-anak.
Pola pikir yang seperti mulai terbentuk dan menjadi tanda anak-anak sedang berada pada fase peralihan usia anak-anak menuju ke usia remaja awal. Dengan begitu, akan menjadi suatu kesalahan apabila ada orangtua yang memperlakukan anak-anak yang berada pada fase ini masih seperti perlakuan terhadap anak-anak umur tujuh atau delapan tahunan.
Menyepakati hal ini, Rizal badudu, M. Min, dari Yayasan Bangun Karakter Bangsa mengatakan bahwa cara membantu remaja hingga dewasa muda untuk menjadi lebih taat adalah dengan cara memfasilitasi mereka. Bagaimana cara memfasilitasi? Ialah dengan membangun dialog dengan mereka. Hal apa saja, dikomunikasikan awal dalam bentuk dialog.