Lihat ke Halaman Asli

Puja Nor Fajariyah

TERVERIFIKASI

Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Toxic Parenting, Racun yang Diwariskan

Diperbarui: 21 September 2020   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Faktanya ya, cinta dan kasih sayang itu menawarkan segala racun dan kepahitan dalam hidup"


Ungkapan ini dikemukakan oleh seorang Psikolog dan Peneliti Personal Growth yaitu Ratih Ibrahim. Dewasa ini, istilah 'toxic atau toksik' santer sekali terdengar. Istilah toksik kian akrab masuk dan keluar di dalam setiap perbincangan. 

Aku, juga merasakan hal yang sama, sering kali temanku mengajak untuk berdiskusi mengenai topik ini. Jelasnya, obrolan kami tidak jauh-jauh membahas perihal 'Toxic Parenting'.

Aku mencoba memahami ihwal (red-perihal) kata toksik ini. Apabila dilihat dari pemaknaan, kata toxic bermakna racun. Dimana selayaknya racun, ia negatif dan perlu untuk dihilangkan. Berbicara lebih luas mengenai seperti apa toxic parenting itu sendiri, kita perlu kiranya untuk membaca dari awal terkait hal ini.

Setiap anak pasti mendambakan sebuah keluarga yang bahagia, aman serta nyaman. Dimana orangtua tak hanya memberi kebutuhan materi, tapi juga asupan emosional yang bisa berupa kasih sayang, komunikasi yang baik atau memberikan dukungan moral apabila anak membutuhkan. 

Orangtua diharapkan mampu memahami dan memenuhi kebutuhan anak termasuk pilihan-pilihan yang mereka ambil ketika dewasa. Jika tidak, maka orangtua berpotensi toksik atau menjadi 'racun' bagi anak mereka dan menciptakan keluarga yang toksik pula. 

Indikatornya simpel kok, orangtua jenis ini membuat anak merasa cemas, sedih,atau marah setiap kali memikirkan atau sedang berinteraksi dengan orangtua. Mengapa? Ya karena anak sudah menganggap tidak ada lagi hal positif yang bisa diambil dari interaksi itu.

Menurut Psikolog dan Peneliti Personal Growth Ratih Ibrahim, orangtua toksik bisa dilihat dari seberapa besar trauma yang diberikan mereka kepada si anak. Semakin besar trauma, semakin beracun potensi hubungan yang dihasilkan. Toxic parenting sering dianggap biasa saja di permukaan, namun ternyata perlu serius untuk diperbincangkan.

Apabila melihat dari kriteria seorang 'toxic person' dari berbagai platform pencarian, dihasilkan ada 6 kriteria. Diantaranya, The controller, The Narcissist, The Compulsive Liar, The Drama Magnet, The Green Eyed, dan The Energy Vampire. Disini coba mari kita jabarkan satu-satu perihal kriteria ini dan bandingannya apabila kriteria ini ada pada orangtua kita.

Pertama, Orangtua yang masuk dalam kriteria the controller biasanya akan mengatur segala bentuk hal dalam kehidupan anak hingga ke hal-hal yang sifatnya sangat pribadi. Hal ini disebabkan ia beranggapan segala hal tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak melalui campur tangannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline