Lihat ke Halaman Asli

Puja Nor Fajariyah

TERVERIFIKASI

MedPsych Student at VUW New Zealand | LPDP Scholarship Awardee

Pendidikan Inklusi, Pendidikan dari Hati

Diperbarui: 12 September 2020   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: tonyatoothman on Pinterest

"Pendidikan bukan persiapan untuk hidup. Pendidikan adalah hidup itu sendiri."
-John Dewey

Siapa yang bisa hidup tanpa pendidikan? bila ada, ia tak hidup dengan sepenuhnya. Ada makna kehidupan yang tak didapat secara nyata. Pendidikan, tentu banyak maknanya. Pendidikan menurut pribadi A bisa beda artinya bagi pribadi B. Pendidikan untuk anak SMA  jelas berbeda tingkatnya dengan pendidikan untuk anak SD. Kalau bertanya kepadaku, pendidikan itu apa? Menurutku pendidikan itu segalanya. Sebab, ya aku bukan siapa-siapa dan tak memiliki apa-apa tanpa pendidikan.

Pendidikan itu luas, dari mulai yang tingkatannya sederhana hingga yang luar biasa. Mengapa manusia perlu pendidikan? Sebab, manusia itu berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia itu istimewa. Seseorang yang tak berpendidikan akan selalu dipandang sebelah mata.

Khususnya dewasa ini, lihat saja wajah pendidikannya. Sudah beda jauh dengan pendidikan sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Disini, coba kita lihat luarnya. Dulu, anak sekolah tak butuh gawai untuk bersekolah. Namun kini, anak  bersekolah lewat gawai di tangan mereka. Perubahan pasti ada dan selalu memaksa. Kalau kita tak mau berubah, ya kita akan tertinggal dari yang lainnya.

Kalau kembali bertanya, pendidikan itu sebenarnya milik siapa? Tentu, milik semua manusia. Semua manusia memiliki hak untuk menjadi pribadi yang mengenyam pendidikan. Semua pribadi, memiliki hak yang sama untuk dapat berpendidikan. Tapi, apakah semua manusia itu sama? Tidak!

Faktanya, pendidikan tak selalu sama untuk manusia yang dianggap berbeda. Tak sedikit, meskipun dibilang semua manusia itu sama, ternyata dalam pemenuhan pendidikannya, tak selalu sama. Itu semua, dialami oleh mereka. Mereka yang dianggap berbeda. Mereka yang sebenarnya 'luar biasa' tapi dipandang sebelah mata.

Tulisan ini aku khususkan untuk mereka yang ikut berkecimpung dan sadar akan pentingnya pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi ini lahir sebagai bentuk adanya rasa tidak puas terhadap penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan sistem yang segregasi. Sistem segregasi adalah sistem penyelenggaraan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak yang memiliki kelainan atau anak-anak berkebutuhan khusus.

Sistem ini dipandang bertentangan dengan tujuan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dimana, tujuan penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus adalah untuk mempersiapkan mereka dapat berinteraksi sosial secara mandiri di lingkungan masyarakatnya. Namun pada proses penyelenggaraan pendidikannya, sistem segregasi justru dipisahkan dengan lingkungan masyarakatnya, lihat saja dengan kondisi nyata yang ada di sekitar kita saat ini.

Budiyanto (2006) mengemukakan, bahwa sistem segregasi ini tidak mampu lagi mengemban misi utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia.

Sistem segregatif cenderung diskriminatif, eksklusif, mahal, tak efektif, tak efisien, serta outputnya tidak menjanjikan sesuatu yang positif. Reynold dan Birch (1988) juga berpendapat bahwa model pendidikan yang segregatif ini tidak menjamin kesempatan anak yang berkebutuhan khusus untuk dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal, karena kurikulum yang dirancang pun berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline