Apakah selalu tidak ada ruang untuk aku bisa mencari tahu dengan caraku sendiri Ma, Pa? aku hanya ingin mencoba, sekali saja. Boleh ya?
Tulisan ini adalah sebuah bentuk curhatan yang berawal dari sebuah kegelisahan. Kegelisahan karena khawatir sedikit sekali ada orang yang enggan menyadarkan. Menyadarkan akan bagaimana seharusnya orangtua bersikap saat anak tidak berdaya untuk sekedar mengungkap.
Benar, terkadang orangtua terkadang menjadi sosok 'pemberi tahu' atau bahkan dinilai sebagai sosok 'sok tahu' oleh anak?
Antara maha tahu dan sok tahu memiliki konotasi berbeda namun satu hal yang sama, yaitu di mana posisi orangtua adalah lebih superior dari pada anak. Sekarang, coba dipikirkan, apabila kita menjadi orangtua, kita mau dipandang sebagai sosok yang seperti apa di mata anak?
"Nak, jangan naik-naik ke atas kursi nanti jatuh, kalau jatuh nanti sakit, berdarah"
"Nak, kalau kamu gak ngerjain PR nanti nilainya jelek, nanti ibu guru marah"
Nak, kalau gak tidur siang nanti malamnya tidurnya ditemenin hantu"
Ini adalah segelintir memori yang sempat penulis ingat ketika masih berusia dini. Kalimat yang dilontarkan dengan sedikit nada meninggi membuat pendengarnya akan otomatis terintimidasi dan akan langsung melakukan apa yang diperintahkan.
Setelahnya kemudian muncul lagi pertanyaan baru di benak penulis. "Bukankah tidak masalah kalau aku jatuh, tinggal diobati, kalau ibu guru marah tinggal minta maaf, dan kalau tidur malamnya ditemani hantu, memangnya hantu seperti apa yang akan menemani aku tidur?"
Buktinya, dengan diungkapkannya hal tersebut malah memunculkan cabang pertanyaan baru dalam otak anak yang memang serba ingin tahu.