Lihat ke Halaman Asli

Puja Nor Fajariyah

TERVERIFIKASI

Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Membuat Anak Merasa Tanpa Memaksa

Diperbarui: 21 April 2019   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

detik.com

Diatur dan diatur, adalah hal yang sering dilakukan oleh orang tua agar apa yang di maunya tercipta. Sebagian pasti berpikir, "Ini cara yang paling baik, toh juga untuk kebaikan anak kita". Aku sebagai anak akan menjawab, " Tidak ! aku tidak suka diatur dan aku sungguh tidak suka dipaksa. Kalau aku salah, tidak begini caranya." Iya, ini hanya percakapan bodoh yang seringkali muncul dalam hati seorang anak. 

Hanya dihati, karena pada nyatanya kami akan dengan berat hati mengikuti titah bapak dan ibu, mama dan papa, ayah dan bunda kepada kami. Karena apa, kami tak kuasa untuk menolak. Terkadang bisa memang menolak, tapi pasti orang tua tak akan tinggal diam, pasti ada hukuman lain lagi setelahnya kalau kami membangkang. 

Sebenarnya kalau dipikir, tujuan orang tua hanya satu, yaitu membuat kami sadar. Hanya saja jujur, caranya kurang kami suka. Kan bisa saja, asal orang tua mau mereka bisa membuat kami, ya anak ini merasa tapi tanpa dipaksa.

Ini bukan permainan kata-kata, ini hanya sebuah pemampaan yang sedikit dituliskan dengan rasa agar teman-teman pembaca tak bosan dan merasa sia-sia telah datang sekedar menyambung kata demi kata. 

Aku akan sedikit bercerita mengenai aku yang barangkali dapat mewakili anak-anak lain juga. Maaf sebelumnya kepada bapak dan ibuku, aku akan sedikit bercerita tentang kalian. Aku harap kalian paham, ini bukan sebuah artikel penolakan tentang apa yang seringkali kalian berdua ajarkan. 

Aku sayang kalian, namun terkadang memang aku sedikit kurang sehati dengan apa yang seringkali bapak dan ibu terapkan ketika aku salah dan ingin membuatku sadar. Baiklah, mungkin sekedar itu basa-basinya. Aku akan mulai bercerita mengenai masa kecilku.

Aku adalah anak yang tidak duduk di bangku Taman kanak-kanak. Ya, aku langsung bersekolah di Sekolah Dasar dulu. Banyak kuingat, ketika masa dimana aku belum bersekolah dan anak lain sebayaku menyandang tas berangkat menuju TK nya dengan bahagia, disana aku di masa pengangguranku, haha iya kusebut saja masa itu adalah masa ku menganggur, aku hanya bermain dan bermain. 

Aku adalah anak perempuan, tapi kalau kalian boleh percaya atau tidak, dulu aku sangatlah tomboy. Jangan kira aku bermain masak-masakan atau rumah-rumahan. Kala senggang, aku bermain kelereng, bola, atau bahkan seringkali memanjat pohon jambu air di depan rumah. Ya, bisa tertebak lah bagaimana reaksi bapak dan ibu melihat anak perempuannya berkelakuan seperti itu. 

Mereka marah besar. Aku juga memiliki sedikit sekali teman perempuan, kebanyakan temanku laki-laki dimana aku sering sekali membersamai mereka bermain layang-layang di siang bolong atau bahkan menyelinap dari kasur demi bermain bola dikala hujan. Yap, kalian pasti bisa menebak betapa marahnya mereka. Aku tidak merasa aku salah saat itu, karena aku hanya anak kecil yang bebas, anak kecil yang semaunya. 

Dan tentu sudah menjadi tanggung jawab dari kedua orang tuaku untuk membuatku sadar kalau aku tak seharusnya seperti itu. Masih aku ingat, bapak mengunciku di kamar karena meminta aku jangan sering bermain dengan laki-laki. Aku mana sadar ketika diperlakukan seperti itu, aku hanya menangis, menjerit, menggedor pintu bak sinetron kalau kuingat sekarang. 

Malu juga kalau kuceritakan sekarang kenangan itu, tapi yang pasti yang memenuhi pikiranku adalah, bapak sudah tidak sayang kepadaku. Cara ibu untuk membuatku sadar sedikit berbeda namun menyiksa. Iya, tidak memberiku uang jajan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline