Lihat ke Halaman Asli

Puja Nor Fajariyah

TERVERIFIKASI

Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Egosentrisme Anak Usia Dini, Akankah Semuanya Wajar?

Diperbarui: 18 Februari 2019   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: tuturma.ma

Lebih suka bermain sendiri, bertindak sesuka hati, dan haus akan pujian merupakan hal yang familiar bukan apabila membahas mengenai sebuah hal yang melekat pada seorang anak usia dini ? hal ini dikarenakan adanya sifat egosentris atau egoisme yang secara alamiah memang ada pada mereka. Sikap egosentris ini adalah sebuah ungkapan dimana adanya reaksi dari diri seorang anak usia dini yang ingin selalu menjadi pusat perhatian. Jarang sekali ditemukan anak  usia dini yang tidak pernah melakukan sesuatu tanpa memunculkan sikap egosentris di usia mereka. Hanya anak-anak tertentu saja yang tak mampu memunculkan sikap egosentrime mereka, contohnya yaitu anak yang mengalami keterbelakangan mental. Hal tersebut juga terjadi tak lain karena faktor ketidakberdayaan.

Sikap egosentrisme muncul secara tidak sadar dan tak dapat dikendalikan secara sadar oleh seorang anak usia dini. Oleh karena itu peran orang tua dan pendidik  dalam memantau sikap dan sifat anak usia dini sangatlah dibutuhkan. Orang tua dan pendidik harus memiliki bekal edukasi yang cukup mengenai anak usia dini. Berbicara mengenai sikap egosentrisme anak, apakah selamanya sikap egosentrisme anak itu wajar dan dapat dimaklumi ?

Bagaimana tanggapan anda apabila dihadapkan dengan keadaan, ada seorang anak sedang bermain sendirian lalu datang seorang anak yang tertarik dengan mainan anak tersebut lantas datang langsung merebut mainan anak yang pertama tanpa meminta maaf dan tanpa rasa bersalah lantas tertawa ketika anak kedua menangis menjerit-jerit karena mainannya direbut secara paksa ? anda merasa hal ini merupakan hal yang keliru bukan ?. Yap, contoh dari keadaan ini adalah salah satu bentuk visualisasi sikap egosentrisme anak.

Sikap egosentrime ini ibarat dua persimpangan dalam diri anak. Yang mana ketika anak mampu mengontrolnya ke arah kanan  maka sikap egosentrisme ini mampu membawa keprobadian anak ke arah yang positif seperti halnya percaya diri, selalu bersemangat karena terpacu oleh pujian atau menjadi pribadi yang kuat karena menjunjung tinggi perasaan gengsi. Anak pula tak mampu mengontrol dengan sendirinya, namun dengan stimulus positif yang diberikan oleh orang tua atau guru maka hal ini akan lebih cepat terwujud. Dan apabila anak terbawa ke arah kiri atau tidak mampu mengontrol sikap egosentrisme tersebut, kepribadian anak akan terbentuk menjadi pribadi yang suka apabila melihat orang lain mengalami kesusahan dan itu sama sekali adalah sikap yang salah dan tidak baik.

Dari ungkapan diatas kemudian dapat disimpulkan bahwasanya tak selamanya sikap egosentrisme yang dimiliki oleh seorang anak dapat kita kategorikan sebagai sesuatu yang wajar dan selalu dapat dimaklumi. Ada kalanya hal tersebut perlu untuk orang tua atau pendidik mengotnrolnya agar tidak berdampak negatif terhadap pribadi sang anak. Karena kepribadian anak yang dibiasakan sejak kecil akan cenderung berpeluang besar juga dibawa mereka membentuk kepribadian ketika mereka dewasa. Tentu setiap orang tua dan tenaga pendidik tak mau apabila anak mereka menjadi pribadi yang tidak baik ketika dewasa hanya dikarenakan kelalaian dalam mendidik ketika anak mereka berada pada fase anak usia dini.

Semoga artikel ini mampu bermanfaat bagi para pembaca khususnya anda yang tertarik dengan segala hal yang berhubungan dengan anak usia dini. Salam pendidikan !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline