Lihat ke Halaman Asli

Puja Mandela

TERVERIFIKASI

Jurnalis di apahabar.com

Pegawai Main Proyek itu Wajar dan Manusiawi

Diperbarui: 21 Desember 2017   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : tribunnews

"Payah! Tahun ini tidak ada proyek yang bisa dikerjakan. Jadi, terpaksa cuma makan gaji saja," ujar seorang Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan di daerah ini. "Padahal, saat ini biaya hidup makin mahal. Kalau cuma gaji Rp1 jutaan sebulan, mana mungkin bisa memenuhi segala macam kebutuhan hidup; dari urusan dapur, urusan perut, sampai urusan ranjang."

Orang boleh tidak sependapat, tetapi saya menilai  wajar pegawai pemerintah main proyek di instansinya sendiri. Itu manusiawi. Main proyek adalah solusi yang jauh lebih aman daripada harus menjadi maling atau rampok di jalanan. Kalau main proyek di instansi pemerintah daerah, minimal tidak ada potensi dibakar masa seperti yang sering terjadi di beberapa kota besar. Namun, pegawai selevel PTT memang tidak mungkin bisa bermain proyek sendirian. Ia tentu harus bekerjasama dengan orang yang tepat, bisa kepala bagian, kepala dinas, atau kepala pemerintahan.

Yang agak menguntungkan adalah perilaku korup oknum pegawai pemerintah daerah dari jajaran terendah sampai pejabat relatif aman dari sorotan aparat penegak hukum. Selain tidak seksi, lebih baik aparat fokus menyelesaikan kasus korupsi raksasa yang sampai hari ini belum bisa diungkap. Kita bisa melihat ada banyak kasus yang sampai hari ini belum terungkap. Data ICW menyebutkan ada 13 kasus yang belum terselesaikan, di antaranya adalah kasus bailout Bank Century, rekening gendut jendral Polri, mafia pajak, dan korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan perusahaan besar berinisial "FN".

Saya pikir pihak kejaksaan dan kepolisian juga senada dengan KPK. Mereka tak mungkin mau berkeringat hanya untuk mengurusi perkara ecek-ecek yang potensi kerugiannya hanya mencapai puluhan juta rupiah. Kalau perkara yang ditangani terlalu kecil, penghargaan yang didapat dari atasan juga pasti tidak istimewa. Peluang cepat naik pangkat juga sangat rendah. Bagi aparat penegak hukum, mengusut kasus korupsi recehan sama sekali tidak berbobot. Itu sama saja menyuruh kapolres untuk mengurusi kasus pencurian sandal jepit di masjid.

Karena relatif aman dari sorotan aparat penegak hukum, saya pun akan melakukan hal yang sama jika misalnya saya menjadi kepala dinas. Saya akan memanfaatkan sebaik mungkin jabatan saya untuk berpartisipasi di dalam setiap proyek yang mata anggarannya tersedia di instansi yang saya pimpin. Hal pertama yang akan saya lakukan ialah mendata proyek apa saja yang ada di instansi saya. Selanjutnya, saya akan membuat daftar proyek yang dilelang dengan proyek penunjukan langsung.

Proyek penunjukan langsung akan saya berikan kepada perusahaan-perusahaan milik saya secara merata. Orang-orang tak bakal tahu jika perusahaan tersebut milik saya sendiri, sebab nama direktur dan pengurusnya sudah saya sesuaikan sedemikian rupa. Di CV. Berkat Ayah, misalnya. Saya menunjuk tetangga saya sebagai direkturnya. Di CV.Karya Bersama, saya menunjuk kawan saya untuk menjadi direktur dan pengurusnya. Pun begitu dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Selanjutnya, proyek PL tinggal dikerjakan sesuai spesifikasi. Itu sudah sangat menguntungkan. Kalau satu proyek PL saya bisa untung bersih Rp15 sampai Rp20 juta, hitung saja jumlahnya berapa keuntungan yang saya dapat jika saya mengerjakan minimal 10 proyek PL.

Dengan cara seperti ini, otomatis semuanya akan sejahtera. Pegawai yang sebelumnya sering telat membayar kreditan, bisa langsung membayar lunas sepeda motornya. Pegawai lain yang gajinya habis karena SK-nya sudah tergadai juga tak perlu pusing lagi. Saat ini mereka bisa fokus untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kepala dinas yang ingin membeli mobil baru atau ingin punya istri baru juga sudah tak perlu khawatir lagi.  

Korupsi memang sudah menjadi kebanggaan kita bersama. Kalau di zaman orde baru dahulu, korupsi hanya dilakukan oleh penguasa dan kroni-kroninya, di zaman sekarang korupsi menyebar dari ibukota, sampai ke pelosok desa. Jangankan bupati, kepala dinas, kepala bagian, atau pejabat eselon IV, pegawai tidak tetap saja bisa korupsi. Ini membuktikan bahwa korupsi memang sudah sangat mengakar di Indonesia. Dan kita harus bangga dengan semua itu. Sepakbola boleh kalah, tetapi urusan korupsi kita jangan sampai kalah!

BTL, 19.12.17




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline