Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara resmi mengeluarkan keputusan untuk tidak memperpanjang izin usaha Hotel dan Griya Pijat Alexis di Jakarta Utara. Surat keputusan tersebut dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta pada 27 Oktober 2017. Dengan tidak diperpanjangnya izin usaha, otomatis pemilik tidak bisa lagi melanjutkan kegiatan usaha di sana.
Dalam surat tersebut, salah satu hal yang menjadi pertimbangan keputusan itu diambil karena adanya informasi dari masyarakat yang menyebut ada kegiatan asusila di Hotel Alexis. Pertimbangan lainnya adalah pemerintah berkewajiban mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam upaya menanggulangi dampak negatif bagi masyarakat luas. Di dalam surat tersebut juga dicantumkan dasar pengambilan keputusan dari berbagai Peraturan Daerah, Peraturan Menteri Pariwisata, sampai Peraturan Gubernur.
Setelah keputusan ini dikeluarkan, berbagai pro kontra pun bermunculan. Sebagian pihak mendukung keputusan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, tetapi tidak sedikit yang menolak dan mempertanyakan dasar dari keputusan itu. Ketika dikonfirmasi di salah satu TV nasional, pihak Alexis membantah bahwa ada praktik prostitusi kelas elit di hotel tersebut. Namun, sebagian warga tetap memercayai bahwa sejumlah foto wanita-wanita seksi yang tersebar di dunia maya adalah "produk-produk" unggulan di Hotel Alexis.
Saat ini di grup-grup WhatsApp beredar nama beserta nomor telepon wanita yang disebut mantan pegawai Alexis. Saya sendiri tidak tahu apakah informasi tersebut valid atau tidak. Namun, ini menunjukkan bahwa seluruh aktivitas yang terjadi di Alexis, khususnya yang berkaitan dengan prostitusi, sudah menjadi rahasia publik. Itu belum ditambah dengan sejumlah video lainnya yang juga disebarkan via grup WhatsApp.
Saya yang tinggal jauh di pelosok--bisa dibilang pedalaman--sudah sangat familier dengan nama Alexis. Bahkan, saya pertama kali mendengar nama Alexis dari seorang pejabat daerah yang baru kembali dari perjalanan dinas ke salah satu instansi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat itu ia justru tidak menceritakan hasil kerjanya saat studi banding di instansi tersebut. Ia justru lebih bersemangat ketika bercerita tentang Alexis dan aktivitas apa saja yang ada di dalamnya. "Jangan ngaku pejabat kaya kalau belum mampir ke Alexis atau setidaknya nginjek parkirannya," katanya. Bahkan, ia sempat nyeletuk bahwa sebagian besar uang yang masuk ke Hotel Alexis--dan tidak menutup kemungkinan juga di sejumlah tempat hiburan elite lainnya di Jakarta--bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Akan tetapi, di sini saya tentu tidak perlu menceritakan secara rinci apa saja yang disampaikan oleh pejabat tersebut. Misalnya, seberapa cantik wajah wanita yang ada di sana atau bagaimana kualitas pijatan dan jepitannya. Saya hanya ingin menyoroti jika izin usaha Hotel Alexis tidak diperpanjang, bahkan sampai ditutup selamanya, lalu kemudian diikuti oleh ditutupnya sejumlah tempat hiburan kelas elite lainnya di Jakarta, kemana lagi para pejabat daerah menumpahkan kepenatannya saat sedang melakukan perjalanan dinas di ibukota Jakarta? Meskipun tentu saja tidak semua pejabat memiliki moralitas yang sama.
Gubernur Anies tentu tak boleh semena-mena. Anies dan Sandiaga Uno juga harus memperhatikan keluh kesah para pejabat publik dari daerah yang ingin melepas penat di tempat yang layak dan manusiawi. Mereka juga manusia. Mereka butuh rileks dan istirahat. Sebab, menjadi bagian dari pemerintahan dengan berbagai tugas negara memang bukan hal yang mudah. Jadi, kalau cuma mampir sebentar di Hotel Alexis, apa salahnya?
BTL, 2 November 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H