Data Joint Monitoring Program WHO/UNICEF 2014 menyebutkan sebanyak 55 juta penduduk di Indonesia masih hobi Buang Air Besar (BAB) sembarangan. Dan karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang paling tinggi kadar syukurnya dan paling tinggi level kesabarannya, mereka yang hobi BAB itu bisa mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama tanpa merasa risih, apalagi jijik.
Bangsa Indonesia adalah bangsa pilihan. Oleh karena itu, meskipun secara ekonomi mereka tidak punya kemampuan untuk membangun toilet sendiri, mereka tidak pernah memprotes pemerintah, apalagi harus menggelar demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia, misalnya. Mereka juga tidak pernah berpikir untuk mengumpulkan jutaan massa untuk mendesak pemerintah agar segera mendirikan toilet yang layak pakai dan tidak gampang mampet karena kemasukan kotoran bertekstur keras karena orang yang membuang kotoran tersebut terlalu banyak nguntal semen.
Mereka juga tidak pernah mengeluh, meskipun mereka tahu betul bahwa kebiasaan BAB sembarangan dapat menyebabkan penyakit diare. Selain diare, perilaku ngising sembarangan ini juga akan berdampak lebih luas. Salah satunya karena pencemaran yang dihasilkan dari eek tersebut akan menyebar melalui udara. Hal ini selain akan menularkan bakteri kepada balita, juga akan mengganggu ketertiban masyarakat. Kalau Anda tidak percaya, coba saja Anda BAB di halaman kantor Pak RT. Saya yakin Anda akan segera menemukan jawabannya.
Yang lebih unik (kalau tak mau disebut menjijikkan), berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012, sebanyak 39-40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang mempunyai WC, namun masih membuang kotorannya ke sungai. Riset yang dilakukan UNICEF dan WHO, juga menyatakan lebih dari 370 balita Indonesia meninggal akibat perilaku buruk BAB sembarangan.
Dan karena kebiasaan BAB sembarangan ini sudah dilakukan warga secara turun temurun, bahkan seakan-akan sudah menjadi kesepakatan bersama, sekelompok orang menyebut kebiasaan BAB sudah menjadi tradisi. Hal ini diperkuat oleh Digital Communication Officer dari UNICEF Indonesia, Rafael Klavert, yang menyebutkan perilaku BAB sembarangan memang dianggap sebagai tradisi atau budaya yang melekat di masyarakat Indonesia. Dengan begitu, masih banyak masyarakat yang menganggap perilaku tersebut wajar-wajar saja. Bahkan, ketika ia memosting soal perilaku BAB sembarangan di media sosial, sebagian besar netizen justru memakluminya. "Itu sudah tradisi," katanya.
Seorang teman bercerita kepada saya bahwa kebiasaan BAB sembarangan ini memang kerap dilakukan oleh sebagian warga di kampungnya yang biasa membuang kotorannya di pantai. "Setahu saya, dulu memang begitu. Kalau tidak waspada saat berjalan di pantai, siap-siap saja terkena jebakan betmen. Tetapi hal itu dilakukan warga karena mereka tidak bisa membangun toilet sendiri," jelasnya.
Namun, saat ini kawan saya yang berprofesi sebagai jurnalis itu mengaku sudah tidak update informasi terkait tradisi ngising sembarangan di pantai. Menurut dia hal tersebut termasuk perbuatan yang sia-sia dan tentu saja amat menjijikkan. Di akhir pertemuan kami hari ini, kawan saya hanya menyampaikan harapan agar pemerintah daerah dapat segera memastikan setiap warganya memiliki toilet yang layak. Ini sangat penting agar masyarakat tidak BAB sembarangan, baik itu di pantai, di kebun sawit, di jalan raya, apalagi sampai BAB di gedung wakil rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H