[caption caption="Foto: Puja Mandela "][/caption]Ada satu kebiasaan yang sampai saat ini masih melekat dengan masyarakat Indonesia. Bahkan kebiasaan ini sudah dilakukan turun temurun sehingga sangat pantas jika disebut sebagai tradisi.
Di Republik Indonesia, orang yang hobi buang sampah sembarangan baik orang kaya maupun miskin, jelas jauh lebih banyak dengan penghuni tahanan karena kasus korupsi. Dan tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jumlah tahanan kasus narkoba.
Tradisi buang sampah orang-orang kaya lebih memilukan lagi. Untuk membuang sampah plastik bekas makanan ringan atau minuman cukup dengan membuka kaca jendela mobil…!
Wuiiiiiiihhhh….. Endonesa banget yaa….
Memang tidak semua orang kaya seperti itu. Juga tidak semua warga menengah kebawah suka buang sampah sembarangan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku masyarakat seperti itu masih sangat populer.
Dan terbukti bahwa pendidikan di sekolah atau universitas terkenal sekalipun tidak dapat membuat masyarakat paham pentingnya buang sampah pada tempatnya.
Lalu dengan perilaku mayoritas masyarakat seperti itu, apakah kita masih bangga dengan status sebagai umat Islam terbesar di dunia? Islam tak pernah mengajarkan manusia buang sampah sembarangan. Apalagi memelihara tradisi buang sampah sampai tujuh turunan.
Kita tak akan bisa tertib seperti warga Singapura. Disana warganya tak pernah bisa dan tak akan pernah tega untuk mengotori negerinya sendiri. Kalaupun mereka mau buang sampah sembarangan, memikirkannya butuh waktu tujuh hari tujuh malam sambil bakar menyan dan mandi kembang tujuh rupa. Itupun masih perlu ditambah satu modal lagi, modal nekat!
Ritual dan modal nekat saja ternyata belum cukup meyakinkan seseorang untuk buang sampah sembarangan di Singapura. Sebab warga Singapura akan didenda maksimal sampai $19.800 jika mereka nekat buang sampah sembarangan. Denda ini pernah menimpa salah seorang warga Singapura yang mungkin tidak sengaja membuang puntung rokoknya dari atas apartemen.
Saat itu, pelaku membuang 34 rokok dari jendela apartemennya dalam waktu empat hari. Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura menyatakan denda ini adalah yang terbesar dalam kasus buang sampah sembarangan.
Pelaku dikenakan denda S$600 per puntung untuk 33 pelanggaran pertama, dan diperintahkan melakukan kerja kemasyarakatan untuk puntung ke-34 yang dibuang dalam kurun waktu empat hari.
Perokok berusia 38 tahun ini tertangkap kamera pengawas ketika melakukan pelanggaran itu dan dia diwajibkan membersihkan tempat-tempat umum selama lima jam dengan memakai rompi berwarna oranye dengan tulisan “Perintah Hukuman Kerja”
Bagi saya, buang sampah berarti mengotori negara. Yang lebih ekstrim, buang sampah sembarangan mengotori simbol-simbol negara. Ya itu kan menurut saya, kalau nggak setuju juga nggak masalah. Sak karepku to…?!
Di satu pihak, bangsa Indonesia masih belum pernah move on dengan jargon, kaya alamnya, kaya agamanya, kaya budayanya, kaya idenya dan kekayaan-kekayaan lainnya. Mungkin benar, tapi bisa saja semua itu hanya mitos belaka. Mengelola sampah saja susah, bagaimana mau mengelola sumber daya alam dan berbagai potensi negara lainnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H