Lihat ke Halaman Asli

Puja Mandela

TERVERIFIKASI

Jurnalis di apahabar.com

Objektif? Tergantung Amplopnya

Diperbarui: 2 Desember 2015   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Anda tak perlu protes berlebihan ketika ada media yang memberitakan sesuatu secara tidak objektif dan cenderung tendensius kepada kelompok tertentu. Buat apa protes, memangnya ada media di republik ini yang bisa bersikap objektif?

Tak peduli itu media nasional atau lokal, yang saya tahu memang tidak ada media massa di Indonesia yang benar-benar independen, objektif dan secara konsisten mematuhi UU No 40 1999.

Lihat saja perseteruan dua media televisi nasional kita. Pemberitaan dua media tersebut, khususnya yang bermuatan politik tak pernah akur. Menurut si A, merekalah yang paling objektif dan berimbang. Begitu juga menurut media B. Mereka saling klaim bahwa medianya-lah yang paling objektif dan iindependen.

Pada akhirnya, objektivitas sebuah pemberitaan itu relatif, sesuai kepentingan si empunya media. Apalagi kalau pemilik media adalah pimpinan partai politik dan seorang pengusaha besar. Dan parahnya, melalui usaha mereka itulah media tersebut bisa hidup dan berkembang.

Perbedaan media televisi nasional mungkin hanya urusan politik dan kepentingan tertentu, di media online kepentingannya tak cuma politik saja, tetapi juga urusan keyakinan, aliran dan paham agama.

Mungkin semua sudah tahu bahwa belakangan ini banyak media online Islami tetapi kontennya beritanya saling berseberangan satu sama lain. Dan masing-masing media tetap merasa paling benar.

Karena itu, akhirnya wartawan yang bertugas di lapangan terpaksa harus mengikuti arus sesuai dengan kepentingan si empunya media. Kalau tidak, ya siap-siap di PHK. Pokoknya, wartawan harus mengikuti perintah pemilik media. Tak peduli gaji wartawan itu kecil atau kecil sekali.

Kalau di daerah saya, objektivitas media massa itu tergantung amplopnya. Kalau tebal, sahih. Kalau tipis, dhoif. Pemberitaan yang objektif hanya akan dibuat ketika narasumber memberikan amplop yang tebal. Kalau tidak, beritanya jadi nggak karuan. Tidak semua memang, tapi yang seperti itu memang sering terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline