Lihat ke Halaman Asli

Puja Mandela

TERVERIFIKASI

Jurnalis di apahabar.com

"Saya Nggak Punya Suku! Saya Orang Indonesia!"

Diperbarui: 25 November 2015   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puja Mandela

Terus terang saya agak kerepotan kalau bertemu dengan seseorang yang terlalu fanatik dengan suku. Mungkin level kesukuannya sudah sangat radikal, sehingga kalau bertemu seseorang, pertanyaan wajibnya adalah "sukunya apa ya?".

Saya pernah beberapa kali bertemu dengan orang model begini. Biasanya saya jawab ringan saja, sebab saya tidak ingin melayani terlalu serius. Lagipula apa pentingnya, kenapa pertanyaan soal suku langsung ditanyakan, padahal kenal saja belum.

Kalau bertemu orang yang baru saya kenal, biasanya saya akan menghindari menanyakan soal suku atau agama. Bukan apa-apa, kayaknya kok nggak asik aja. Biasanya saya cuma menanyakan nama dan tempat tinggal, kemudian perbincangan bisa mengalir begitu saja, tanpa ada pertanyaan soal suku atau agama.

Saya bisa saja mengklaim bahwa bapak saya dari suku Jawa dan ibu saya dari suku Banjar, sementara saya adalah blasteran Jawa dan Banjar. Tetapi saya memang sengaja tak pernah menjawab pertanyaan seperti itu. Saya tidak pernah sepakat dengan orang yang memiliki fanatisme berlebih soal kesukuan.

Saya jadi teringat, persoalan suku ini tak pernah muncul saat Nabi Muhammad SAW. Fanatisme kesukuan bangsa arab benar-benar dihilangkan oleh Rasulullah. Tak ada yang boleh fanatik dengan suku, karena semua bersatu atas nama Islam. Padahal sebelumnya, bangsa Arab dikenal sangat fanatik soal suku.

Tapi setelah nabi wafat, aroma fanatisme kesukuan muncul lagi. Bahkan saat pemilihan khalifah, suku Anshar dan Muhajirin tanpa melibatkan Ahlul Bait sempat berdebat terkait siapa yang pantas menjadi pengganti Rasulullah. Ini terbukti bahwa Nabi Muhammad sangat menguasai problematika kehidupan. Fanatisme kesukuan hanya akan memperlebar perbedaan dan potensi perpecahan.

Suatu ketika saya bersilaturahmi dengan kerabat yang berada tidak jauh dari kediaman saya. Biasanya setelah masuk ke rumah, saya langsung duduk dan berbincang-bincang dengan tuan rumah. Tak lama, datang seorang keturunan Cina yang masuk ke rumah itu. Setelah menyapa tuan rumah, dia menegur saya.

"Mas, darimana, sukunya apa...?

Sambil cengengesan, saya jawab, "saya nggak punya suku. Saya orang Indonesia mas".

"Lho, kenapa? Kan biasanya ada suku Jawa, Banjar atau Bugis. Masa nggak punya suku?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline