Lihat ke Halaman Asli

Puja Mandela

TERVERIFIKASI

Jurnalis di apahabar.com

"Tahayul, Bid'ah, Churafat"

Diperbarui: 21 November 2015   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Puja Mandela

Terlalu fanatik itu kadang-kadang aneh, tidak jarang malah menjadi lucu. Fanatisme ghaib misalnya. Fanatisme ini saya analogikan dengan segolongan makhluk hidup yang terlalu fanatik dengan hal-hal ghaib. Seringkali mereka mengira sedang kena santet saat perutnya terasa sakit. Menusuk-nusuk, tajam, pokoknya sakiiiit sekaliii……..!

 

Setelah keliling menemui 100 dukun yang sudah memegang sertifikat ISO 9000, eehh…ternyata sakit perut itu bukan karena santet, teluh, penyakit kiriman atau gangguan jin. Ternyata, sakit perut itu muncul hanya karena lupa sarapan…!

Heheheu…. Aneh…! Memang aneh….

Tapi hal-hal seperti ini umum dijumpai, utamanya di sebagian masyarakat Indonesia. Sarapan memang sangat penting. Setidaknya untuk menghindari prasangka irasional yang terlanjur tumbuh dan berkembang di masyarakat. Maka jangan sekali-sekali meremehkan sarapan.

Soal fanatisme ghaib ini, saya sering sekali bercanda dengan siapa saja yang saya temui. Batu Kecubung Ungu yang saya beli seharga Rp 500 ribu dari Pangkalanbun Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu, saya promosikan sebagai batu yang memiliki kekuatan menarik perhatian lawan jenis. Karena warnanya ungu, sebagian dari mereka sangat percaya kalau batu ini bisa menarik perhatian para janda muda.

Mimik wajah dan gaya bicara, saya upayakan serius, seakan-akan bukan akting. Sebagian orang yang sudah mengenal karakter saya yang suka iseng biasanya menanggapi dengan sangat antusias. Bahkan ketika diantara kami ada orang lain, promosi keisengan kami dengan bahasa yang sudah dirangkai sedemikian rupa semakin menjadi-jadi. Tidak heran banyak orang yang tertipu.

Kalau batu ini dilepas dari jari manis saya, biasanya cuaca yang tadinya panas langsung berubah mendung. Nggak lama hujan pasti akan turun,”begitu kira-kira ucapan saya. Padahal saya ngomong sambil guyon, tapi ya kok masih ada aja yang percaya.

Suatu ketika peristiwa itu benar-benar terjadi. Kali ini saya serius, ini beneran. Saat itu cuaca cukup cerah, sama sekali tak ada tanda-tanda akan turun hujan. Sambil bercanda, saya berkata kepada beberapa orang, “kalau saya lepas cincin ini, biasanya langsung hujan,”

Huahahaha……… Jelas saja mereka tertawa, entah percaya atau tidak…!

Aneh bin ajaib…! Tak sampai 15 menit, hujan benar-benar turun dari langit.

Byuuuurrr…………..!!! Walaupun tidak lama, tapi lumayan untuk membasahi tanah yang kering.

Ah sialan…! Kok bisa-bisanya begitu. Jangankan orang lain, saya sendiri heran setengah modar…! Sayangnya, peristiwa itu cuma disaksikan segelintir orang. Seandainya yang melihat sebanyak napi narkoba di lembaga pemasyarakatan, pasti saya sudah jadi dukun fenomenal, atau minimal jadi penasehat spiritual para pejabat yang tersangkut perkara korupsi.

Fanatisme ghaib seakan-akan sudah menjadi budaya turun temurun. Ya tidak bisa disalahkan juga, karena sebelum Islam datang, mayoritas masyarakat di Indonesia (Pulau Jawa) masih menganut faham animisme. Faham ini tidak luntur sampai Islamisasi menyentuh seluruh pelosok Indonesia.

Tidak heran ketika ada sebuah ideologi yang ingin menghapus total faham animisme melalui jargon anti TBC (Tahayul, Bid’ah, Churafat). Tetapi menarik seandainya ideologi TBC ini muncul (misalnya) di era Nabi Musa. Dari perspektif Islam, jelas berubahnya tongkat nabi Musa menjadi ular atau ketika Musa membelah lautan adalah mukjizat dari Tuhan.

Tetapi jika dilihat dari sudut pandang masyarakat saat itu, maka perubahan tongkat dari kayu menjadi ular tak lebih dari sekedar ilmu sihir. Perbedaannya hanya sihir Musa jauh lebih sakti daripada ilmu sihir yang dimiliki dukun-dukun andalan Fir’aun.

Begitupula dengan berbagai peristiwa ajaib yang dialami Nabi Muhammad SAW selama perjuangan beliau di Mekkah dan Madinah. Termasuk misalnya, ketika Nabi Muhammad mengalami peristiwa Isra’ Mi’raj. Rasulullah berangkat dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian terbang ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah sholat lima waktu.

Dari perspektif agama Islam menurut mazhab teologi manapun, peristiwa ini jelas merupakan suatu keajaiban yang tidak akan pernah dialami oleh manusia biasa. Memang ada perbedaan pandangan. Kaum rasionalis Islam memandang Rasulullah hanya bermimpi naik ke langit ke tujuh. Walaupun menolak pendapat yang menyebutkan Rasulullah naik ke langit bersama jasad beliau, kalangan rasionalis Islam tetap menerima peristiwa Isra' Mi'raj tersebut. Sementara umumnya, umat Islam percaya Rasulullah naik ke langit bersama jasad dan roh-nya.

Bagaimana kalau hal seperti ini diceritakan kepada bangsa Arab non Islam pada waktu itu…??? Ya jelas nggak percaya…! Saya yakin mayoritas bangsa Arab akan berteriak,Tahayyyuuullll……..!

Lalu bagaimana dengan dakwah Rasulullah yang memerintahkan kaum Yahudi (umat Nabi Musa) dan kaum Nasrani (umat Nabi Isa) untuk meninggalkan tata cara peribadatan lama mereka, dan bersatu menggunakan nama Islam.

Menurut mereka (Yahudi dan Nasrani) yang tidak percaya, tata cara peribadatan seperti solat lima waktu tak pernah ada di zaman Musa dan Isa. Dan ini adalah,Bid’aaaaah…………!!!

Tak sampai disitu. Kaum Jahiliyah juga menganggap Muhammad adalah manusia biasa. Sementara kekuatan-kekuatan ghaib yang sebelumnya pernah mereka lihat tak lebih dari sekedar sihir dan faktor kebetulan. Bagaimana bisa kaum Arab jahiliyah percaya bahwa sebagian pasukan perang Badar adalah para Malaikat…?

Kaum Jahiliyah juga pasti mengingkari adanya mukjizat didalam diri nabi Muhammad. Tetapi bagi Allah, segala sesuatunya sangat mudah. Kun Fayakun…!

Apalagi untuk kekasihNya, apa sih yang tidak diberikan. Begitupula dengan penerus nabi yang selalu berusaha dekat dengan Allah, ketika Allah ridho, maka keanehan apapun itu, bisa saja terjadi.

Kita tidak bisa membuat fatwa bahwa keanehan, keajaiban dan peristiwa ghaib itu adalah hal yang mustahil. Tetapi kita juga tidak bisa selalu menghubungkan peristiwa yang umum terjadi dengan hal-hal ghaib. Contohnya seperti yang saya analogikan di paragraf pertama tadi. Ya memang begitu adanya. Sakit perut itu belum tentu karena santet, bisa jadi karena lupa sarapan.

Kita hanya bisa meyakini bahwa Allah bisa melakukan apapun, kapanpun dan bagi siapapun yang dikehendakiNya.

Kita kan hanya bisa mengandalkan teks dan akal/logika saja, sementara hal-hal irasional seperti ini jelas-jelas tidak mampu dijangkau akal dan fikiran manusia. Sementara kalau terlalu tekstual, penafsirannya jelas berbeda-beda.

Maka tak salah ketika ada perselisihan antara golongan rasionalis dan kalangan lain yang terlalu tekstual ditengahi oleh ulama yang tidak meninggalkan teks dan juga tidak meninggalkan logika. Keduanya digunakan secara berimbang.

Jika kita sebagai orang awam hanya menggunakan logika dan mengingkari sama sekali hal-hal yang ghaib, saya yakin kita masih berada di belakang barisan Abu Jahal dan pengikutnya di zaman Rasulullah SAW. Kita akan menjadi pasukan yang melawan Nabi Muhammad di perang Badar.

Wahhh….. Kok ngeri sekali…… Yo sak karepku to…

Tak ada yang salah dengan Tahayul, Bid’ah dan Churafat. Tetapi akan menjadi tidak logis ketika TBC dialamatkan kepada mereka yang tidak pernah melakukan perbuatan TBC dalam pengertian yang sebenarnya.

Ya kalau memang Allah SWT menghendaki ada “kekuatan ajaib” didalam batu kecubung seperti pengalaman saya diatas, sampeyan mau apa…?

Protes???




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline