Dewasa ini berbagai perbedaan pandangan didalam Islam semakin pelik saja. Apalagi di era keterbukaan informasi seperti sekarang ini, saling menyesatkan satu dengan yang lain bukan lagi hal yang aneh.
Memang masalah ini cukup memprihatinkan. Ulama-nya saja saling hujat, apalagi yang awam. Memang tidak semua ulama seperti itu, hanya segelintir dari sekian banyak ulama yang ada di seluruh dunia. Tetapi perdebatan yang menjurus kepada saling menyesatkan selalu menjadi tranding topic, utamanya di media sosial.
Sebagai contoh, salah satu media online yang mencantumkan nama Islam, seringkali memposting artikel yang cenderung provokatif dan tendensius terhadap tata cara ibadah dari kelompok lainnya.
Di Youtube misalnya, disana kita bisa dengan mudah mencari pandangan para ulama atau ustadz dari golongan A, B, C atau D. Disana kita bisa dengan mudah mencari topik ceramah yang cenderung menyentil kelompok Islam lainnya.
Masih kuat diingatan saya ada seorang ustadz (mungkin lulusan pesantren kilat) dengan membabi buta menuduh umat Islam lainnya sebagai syirik.
Ya bagaimana mau bersatu kalau beberapa ulama selalu melemparkan bola panas kepada masyarakat. Sementara penyelesaian masalah melalui dialog tidak pernah dilakukan.
Saya punya banyak teman yang diantaranya memiliki pandangan yang berbeda dengan saya. Tetapi sebisa mungkin kita memahami berbagai perbedaan tersebut. Dan yang jelas, hindarilah berdebat soal agama.
Misalnya, ada yang berpendapat bahwa bermazhab itu tidak wajib karena kita tidak boleh fanatik terhadap seseorang. Menurut saya ya silahkan saja. Yang penting tidak menyalahkan atau menyesatkan kelompok lainnya yang meyakini bahwa metode yang benar bagi kita sekarang ini adalah mengikuti salah satu dari ulama empat mazhab (Sunni).
Jadi jangan asal tuduh bahwa yang bermazhab itu taklid buta. Kan wajar saja kalau ada kelompok yang bermazhab seperti mayoritas ulama ulama Indonesia yang mengikuti mazhab Syafi’i. Toh, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga bermazhab Syafi’I.
Kan lucu, Imam Bukhari ulama yang begitu besar saja mengikuti metode ibadah ala Imam Syafi’i, lha kita anak kemarin sore masa’ mau beribadah sekarepe dewe tanpa ada panutan yang jelas.
Mempelajari Al Qur’an dan Sunnah itu perlu pembimbing, tidak bisa menggunakan logika kita sendiri.
Didalam perkembangannya, agama Islam sudah terpecah belah menjadi beberapa aliran teologi. Sebut saja Mu’tazilah, Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Jabariyah, Qodariah, Asy’ariah dan lain-lain.
Dalam konteks fiqh, Islam juga memiliki empat ulama mazhab Sunni yang keberadaannya masih diakui sampai sekarang seperti Nu’man bin Tsabit (Imam Hanafi), Malik bin Anas (Imam Malik), Muhammad bin Idris (Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal (Imam Hambali) dan beberapa ulama mazhab lainnya.
Namun berbeda dengan aliran teologi yang berbeda pandangan terkait masalah-masalah pokok dan akidah, mazhab fiqh ini walaupun ada perbedaan namun hanya dalam masalah cabang-cabang agama.
Sebenarnya jika Allah SWT menghendaki umat Islam hanya terdiri dari satu golongan saja, itu hal yang sangat mudah. Kecil, mudah sekali, gampang, enteng, sepele sodara-sodara…!
Tetapi kan tidak seperti itu. Allah tidak mentakdirkan semua manusia beragama Islam dan tidak mentakdirkan agama Islam hanya terdiri dari satu aliran saja. Tentu saja banyak hikmah yang dapat dipetik menjadi sebuah pelajaran bagi seluruh umat manusia.
Seandainya kitab-kitab aqidah,fiqh tafsir Al Qur’an dan kitab-kitab lainnya ditulis sendiri oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan wahyu dari Allah SWT seperti layaknya Al Qur’an, atau misalnya kitab-kitab tersebut sudah satu paket dengan Al Qur’an, tentu tidak akan muncul berbagai macam aliran-aliran dan pendapat didalam Islam seperti yang sudah diterangkan diatas. Islam akan tetap murni semurni-murninya.
Tetapi konsekuensinya, tak akan ada mutjahid dan ulama-ulama hebat seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan sederet ulama-ulama besar lainnya yang tentu saja tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Perbedaan pandangan diluar aqidah adalah hal yang sangat dimaklumi jika kita menilik sejarah perkembangan peradaban Islam.
Sekarang tinggal kita yang dituntut untuk lebih bijak menyikapi segala macam perbedaan tersebut. Kalau pun satu kelompok tidak menyetujui atau tidak sepaham dengan kelompok lainnya, selesaikanlah dengan dialog ilmiah, tetap pada suasana persaudaraan.
Kalau forum dialog tidak mampu mengatasi perbedaan, lebih baik jalan masing-masing tanpa mengganggu atau menyesatkan saudara kita sendiri. Apapun mazhab-nya, seluruh umat Islam adalah saudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H