Langit repih, masih belum move on katanya. Sehingga ampas-ampas tangis, masih narsis.
Dan di setiap malam tampak seperti hatinya sedang berfestival sunyi, itu semua terlihat dari sebagian kecil kenangannya seperti ingin terjun bebas menyuarakan luka, pamerkan rintik-rintik cerita.
Ya, di mata purnamanya aku melihat gerimis itu masih belum habis, masih belum selesai.
Kenapa?
Katanya; "Tak semua luka selamat tinggal, mampu sembuh secepat dirimu. si sadis. Yang terbilang banyak menghabiskan usia cerita seperti apa dan dengan siapa saja selalu di pantai; santai."
Oh, jangan bersedih repih. Peluk si waktu sambil berbisik menenengkannya;
"Siapapun boleh mengenang-ngenang dahulu, tapi jangan lupa bangkit kemudian. Melihat-lihatmu nanti hidup sudah jauh lebih menawan, lalu giliranmu menyaksikan si sadis tersebut 'ambyar' lalu berganti merindukanmu di hari kemudian."
13/05/2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H