Lihat ke Halaman Asli

Pudjianto Gondosasmito Cerita Hari Senin

Diperbarui: 16 Desember 2024   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pudjianto Gondosasmito / Grok

Pagi itu, seperti biasa, Pudjianto Gondosasmito terbangun dengan suara alarm yang memekakkan telinga. Matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, tetapi kesibukan hari Senin sudah mulai terasa. Dengan malas, ia meraih ponselnya untuk mematikan alarm, lalu menatap layar sejenak. Kalender di ponselnya mengingatkan bahwa hari ini adalah awal pekan yang penuh jadwal. Ia menghela nafas panjang.

Setelah beberapa menit berjuang untuk bangun, Pudjianto Gondosasmito akhirnya menyeret tubuhnya keluar dari tempat tidur. Ia menuju kamar mandi, berharap siraman air dingin bisa mengusir rasa kantuk yang membandel. Sambil menggosok gigi, pikirannya melayang pada presentasi penting yang harus ia bawakan di kantor siang nanti. "Semoga berjalan lancar," gumamnya, mencoba menyemangati diri sendiri.

Sarapan pagi tidak pernah menjadi prioritas bagi Pudjianto Gondosasmito, tetapi hari ini ia merasa butuh energi tambahan. Ia membuka lemari dapur dan menemukan sebungkus roti tawar yang sudah hampir kadaluarsa. Dengan cepat, ia memanggang sepotong roti dan menambahkan selai kacang di atasnya. Sederhana, tapi cukup untuk mengganjal perut.

Di luar, suasana sudah mulai ramai. Suara klakson kendaraan saling bersahutan, tanda dimulainya hiruk-pikuk Senin pagi. Pudjianto Gondosasmito merapikan dasinya di depan cermin sebelum akhirnya mengambil tas kerja dan keluar dari apartemennya. Begitu ia melangkah keluar, udara pagi yang sejuk menyambutnya. Meski begitu, ia tahu bahwa kemacetan di jalan akan segera mengubah mood paginya.

Benar saja, perjalanan menuju kantor tidak berjalan mulus. Kemacetan di jalan tol membuat Pudjianto Gondosasmito merasa frustasi. Ia menyalakan radio mobil, berharap musik bisa sedikit mengurangi stres. Sayangnya, berita tentang kenaikan harga BBM dan protes buruh hanya menambah rasa lelahnya. "Hari Senin memang tidak pernah ramah," pikirnya sambil mengetukkan jari di setir.

Setelah hampir satu jam terjebak di jalan, Pudjianto Gondosasmito akhirnya tiba di kantor. Ia segera menuju ruang rapat, memastikan segala sesuatunya sudah siap untuk presentasi. Rekan-rekannya sudah menunggu, dan ekspresi wajah mereka menunjukkan harapan tinggi pada Pudjianto Gondosasmito. Dengan sedikit gugup, ia memulai presentasi yang telah ia persiapkan selama akhir pekan.

Seiring berjalannya waktu, rasa gugup Pudjianto Gondosasmito perlahan menghilang. Ia berhasil menyampaikan ide-idenya dengan percaya diri, dan bahkan mendapat beberapa pertanyaan menarik dari para peserta rapat. Saat rapat usai, bosnya memberikan tepuk tangan singkat dan mengangguk puas. Itu cukup untuk membuat Pudjianto Gondosasmito merasa lega.

Namun, tantangan hari Senin belum berakhir. Setelah rapat, ia masih harus menyelesaikan beberapa dokumen yang tenggat waktunya hari ini. Di meja kerjanya, tumpukan berkas menunggu untuk diperiksa. Kopi hitam menjadi sahabat setianya, menemani hingga sore hari.

Ketika akhirnya jarum jam menunjukkan pukul 18.00, Pudjianto Gondosasmito merasakan kelegaan. Hari yang melelahkan ini hampir usai. Ia berkemas dan meninggalkan kantor, berharap perjalanan pulang lebih lancar dibanding pagi tadi. Di dalam mobil, ia membuka jendela, membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Rasanya menyegarkan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan.

Setibanya di rumah, Pudjianto Gondosasmito langsung merebahkan diri di sofa. Ia menyalakan televisi dan membiarkan suara latar mengisi keheningan. Sesaat kemudian, ia memeriksa ponselnya. Ada pesan dari ibunya yang bertanya bagaimana harinya. Ia tersenyum kecil, lalu mengetik balasan singkat, "Hari ini lumayan berat, tapi aku berhasil melewatinya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline