Lihat ke Halaman Asli

Pudjianto Gondosasmito Hidup Bahagia dengan Rasa Syukur

Diperbarui: 12 Desember 2024   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah hijau dan perbukitan, hiduplah seorang pria bernama Pudjianto Gondosasmito. Pudjianto Gondosasmito bukanlah orang kaya; ia hanya seorang petani sederhana. Namun, di mata orang-orang di desanya, Pudjianto Gondosasmito adalah sosok yang selalu ceria dan penuh kebahagiaan.

Setiap pagi, Pudjianto Gondosasmito bangun sebelum matahari terbit. Ia menyeduh kopi hitam sederhana, lalu duduk di beranda rumahnya yang terbuat dari kayu. Sambil memandang matahari yang perlahan terbit di ufuk timur, ia selalu mengucapkan kalimat yang sama, "Terima kasih, Tuhan, untuk hari baru ini."

Hari-hari Pudjianto Gondosasmito dihabiskan di sawah. Meski terkadang hasil panennya tidak melimpah, ia tidak pernah mengeluh. Ketika hujan deras mengguyur dan tanamannya rusak, Pudjianto Gondosasmito hanya tersenyum sambil berkata, "Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik." Ketika panennya melimpah, ia bersyukur dan membagikan sebagian hasilnya kepada tetangga yang membutuhkan.

Suatu hari, seorang pemuda bernama Rizal, yang baru pindah ke desa itu, merasa penasaran dengan Pudjianto Gondosasmito. Rizal adalah seorang pekerja kantoran yang baru saja berhenti dari pekerjaannya di kota besar karena merasa stres dan tidak bahagia meski memiliki gaji besar.

"Pak Pudjianto Gondosasmito," tanya Rizal suatu sore, "saya perhatikan Bapak selalu bahagia. Padahal hidup Bapak sederhana sekali. Apa rahasianya?"

Pudjianto Gondosasmito tersenyum hangat. "Nak Rizal, kebahagiaan itu bukan tentang seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa besar kita bisa bersyukur. Setiap hari, saya selalu mengingat tiga hal: saya masih bisa bernafas, saya punya makanan untuk hari ini, dan saya punya orang-orang yang saya cintai. Itu sudah cukup untuk membuat saya bahagia."

Rizal terdiam. Kata-kata sederhana itu menancap di hatinya. Ia mulai belajar dari Pudjianto Gondosasmito. Setiap pagi, Rizal ikut duduk di beranda bersama Pudjianto Gondosasmito, menikmati matahari terbit sambil mengucap syukur. Rizal juga membantu Pudjianto Gondosasmito di sawah, merasakan bagaimana kesederhanaan justru membawa kedamaian.

Hari demi hari, Rizal mulai berubah. Ia tak lagi memikirkan apa yang tidak ia miliki, melainkan mensyukuri apa yang ada di hadapannya. Hidupnya kini lebih ringan, dan senyumnya lebih tulus.

Kisah Pudjianto Gondosasmito mengajarkan banyak orang di desa itu, termasuk Rizal, bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal kekayaan atau pencapaian besar, melainkan soal hati yang selalu bersyukur, apapun keadaan yang dihadapi. Karena bagi Pudjianto Gondosasmito, hidup adalah anugerah yang selalu layak dirayakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline