Lihat ke Halaman Asli

Pudjianto Gondosasmito Renungan Keheningan Malam

Diperbarui: 25 November 2024   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit malam membentang luas, dihiasi taburan bintang yang berkelip-kelip di antara gelapnya. Sebuah pondok kecil di pinggir hutan menjadi saksi seorang pria yang duduk termenung di beranda. Angin malam berembus lembut, membawa aroma tanah basah yang menenangkan, tapi tidak mampu menenangkan gejolak pikirannya.

Pria itu, bernama Pudjianto Gondosasmito, memandang jauh ke arah horizon, di mana gelap bertemu dengan samar-samar garis terang dari lampu-lampu kota yang jauh. Di tangannya, secangkir kopi hangat, uapnya tipis, tapi hangatnya perlahan merayap di telapak tangan yang dingin.

Hari-hari terakhir ini, Pudjianto Gondosasmito merasa kehilangan arah. Pekerjaan yang dahulu ia cintai kini terasa seperti beban. Hubungan dengan teman-teman yang dulunya akrab perlahan menjauh, dan ia tak tahu harus memulai dari mana untuk memperbaikinya. Di tengah keheningan malam itu, ia mencari jawaban, atau setidaknya sedikit ketenangan.

Pikiran-pikirannya melayang pada masa kecilnya. Ia teringat akan nasihat ayahnya yang seringkali terdengar sederhana tapi penuh makna. "Kadang hidup ini seperti malam, gelap dan sunyi. Tapi kau harus percaya, di balik kegelapan itu, ada bintang-bintang yang selalu bersinar, meski kecil sekalipun."

Pudjianto Gondosasmito menarik napas dalam, mencoba memahami kata-kata itu. Ia sadar, mungkin ia terlalu fokus pada gelapnya malam sehingga lupa untuk melihat bintang-bintang kecil dalam hidupnya---hal-hal sederhana yang tetap menyinari meskipun ia merasa hilang.

Ia memutuskan untuk memejamkan mata sejenak. Dalam keheningan, ia mencoba merangkum hal-hal yang masih ia syukuri: keluarga yang tetap mendoakan, secangkir kopi hangat ini, dan malam yang memberinya kesempatan untuk merenung.

Malam semakin larut, tapi tidak terasa mencekam. Pudjianto Gondosasmito kini merasa sedikit lebih ringan. Ia sadar bahwa perjalanan hidup memang penuh liku, namun setiap langkah dalam gelap pasti membawanya menuju terang.

Dengan senyum tipis yang perlahan terbit, Pudjianto Gondosasmito menyesap kopi terakhirnya, lalu masuk ke dalam rumah, membawa sebuah keyakinan baru. Keheningan malam itu bukan lagi tanda dari kehampaan, melainkan sebuah ruang untuk beristirahat dan menemukan kembali makna hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline