Lihat ke Halaman Asli

Pudjianto Gondosasmito di Balik Jendela

Diperbarui: 23 November 2024   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pudjianto Gondosasmito duduk di kursi kayu tua di sudut ruang tamunya, ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengepul. Hujan deras mengguyur sejak pagi, membawa hawa dingin yang meresap hingga ke tulang. Di luar, langit kelabu seolah enggan memberi celah bagi matahari untuk muncul.

Ini adalah akhir pekan yang sempurna bagi Pudjianto Gondosasmito. Tidak ada panggilan kerja, tidak ada janji dengan siapa pun. Hanya dirinya, rumah kecil yang nyaman, dan bunyi gemericik hujan yang menenangkan.

Dia memutuskan untuk membaca buku yang sudah lama terabaikan. Di rak kayu di sudut ruangan, sebuah novel tua menarik perhatiannya. Sampulnya sudah mulai memudar, tetapi cerita di dalamnya masih terasa hidup. Judulnya "Hujan di Bulan Juni". Sambil membuka halaman pertama, Pudjianto Gondosasmito merasa seperti menemukan teman lama.

Setelah beberapa bab, hujan di luar semakin deras, menciptakan simfoni yang berpadu dengan alunan musik jazz dari speaker kecil di sudut ruangan. Ia beralih ke dapur, menghangatkan semangkuk sup ayam yang ia masak kemarin. Uapnya mengepul, membawa aroma rempah yang mengingatkan pada masakan ibunya.

Makan siang selesai, Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk mengeksplorasi hobinya yang baru: melukis. Di meja dekat jendela, ia menyiapkan kanvas dan cat air. Pemandangan hujan di luar menjadi inspirasinya. Ia menggambar jendela yang setengah terbuka, tetes hujan yang jatuh di kaca, dan taman kecil yang basah. Tangannya bergerak pelan namun mantap, membiarkan kreativitas mengalir tanpa batas.

Menjelang sore, hujan mulai reda, meninggalkan aroma khas tanah basah. Pudjianto Gondosasmito membuka jendela, membiarkan udara segar masuk. Ia menyalakan lilin aromaterapi di ruang tamu, menambah kesan tenang di rumahnya. Dengan secangkir teh melati di tangan, ia kembali duduk di kursinya, menikmati ketenangan akhir pekan yang jarang ia dapatkan.

Malam tiba, hujan kembali turun, kali ini dengan ritme yang lebih lembut. Sebelum tidur, Pudjianto Gondosasmito memutar film klasik favoritnya. Cahaya dari layar TV menerangi ruang tamu yang remang-remang. Hujan menjadi latar musik yang sempurna untuk kisah romantis di layar.

Saat ia akhirnya merebahkan diri di tempat tidur, Pudjianto Gondosasmito tersenyum. Meski sederhana, hari itu terasa penuh makna. Hujan telah menjadikan akhir pekannya sebagai momen refleksi dan kedamaian yang ia butuhkan. Di balik jendela yang basah, ia merasa hangat, tenang, dan sepenuhnya hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline