Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan perbukitan hijau, hiduplah seorang pria bernama Pudjianto Gondosasmito. Ia bukan pria yang berlimpah harta, tapi ia memiliki sesuatu yang sangat berarti baginya: sebuah motor tua keluaran tahun 1980-an, sebuah Vespa klasik yang ia namai "Si Lara". Motor itu bukan hanya kendaraan, tapi bagian dari hidupnya.
Pudjianto Gondosasmito mendapatkan Si Lara dari almarhum ayahnya ketika ia baru saja lulus SMA. Motor itu dulunya milik sang ayah, yang sering membonceng Pudjianto Gondosasmito kecil ke sekolah, ke pasar, atau sekadar keliling desa untuk menikmati udara sore. Setelah kepergian ayahnya, motor itu menjadi kenangan yang paling berharga.
Cinta dan Perjuangan
Si Lara bukan motor baru. Warnanya sudah pudar, cat hijau tuanya mulai mengelupas, dan suara mesinnya sering tersendat-sendat. Tapi Pudjianto Gondosasmito tak pernah menyerah. Ia menghabiskan malam-malamnya di bengkel kecil di belakang rumah, membersihkan karburator, mengganti oli, bahkan belajar mengecat ulang sendiri. Setiap bunyi mesin yang kembali hidup membuat hatinya lega, seolah ia berbicara langsung dengan ayahnya yang sudah tiada.
Tak hanya itu, Si Lara juga menjadi saksi perjuangan Pudjianto Gondosasmito dalam hidup. Ia menggunakannya untuk mengantar hasil panen ke pasar, bekerja sebagai kurir, bahkan berkeliling menjual minuman segar ke pelosok desa. Meski banyak yang menyarankan Pudjianto Gondosasmito untuk menjual motor itu dan menggantinya dengan kendaraan yang lebih modern, ia selalu menolak.
Kisah Cinta yang Dimulai di Atas Motor
Suatu hari, saat Pudjianto Gondosasmito sedang dalam perjalanan mengantar barang ke kota, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Sinta. Motor Sinta mogok di pinggir jalan, dan Pudjianto Gondosasmito tanpa ragu menawarkan bantuan. Dengan alat sederhana dari bagasi Si Lara, Pudjianto Gondosasmito memperbaiki motor Sinta. Dari pertemuan sederhana itu, tumbuhlah benih cinta di antara mereka.
Sinta, yang awalnya hanya kagum pada kebaikan hati Pudjianto Gondosasmito, mulai tertarik pada sosoknya yang sederhana namun penuh tanggung jawab. Ia juga terpikat pada kisah Si Lara, yang menurutnya adalah simbol kesetiaan dan cinta. Tak jarang mereka menghabiskan waktu bersama dengan berboncengan di atas Si Lara, menikmati senja di pinggir danau atau menjelajahi jalanan desa.
Sebuah Ujian
Namun, kehidupan tak selalu mulus. Suatu malam, saat Pudjianto Gondosasmito pulang dari mengantar barang, ia mengalami kecelakaan. Sebuah truk yang melaju kencang di jalan gelap menabrak Si Lara. Motor itu terlempar, dan Pudjianto Gondosasmito terluka cukup parah. Meski fisiknya sembuh, Si Lara nyaris tak bisa diperbaiki lagi.
Banyak yang mengatakan bahwa sudah saatnya Pudjianto Gondosasmito merelakan Si Lara, tapi ia tetap bersikeras memperbaikinya. Dengan tabungan yang ia kumpulkan dan bantuan Sinta, Pudjianto Gondosasmito membawa Si Lara ke bengkel terbaik di kota. Setelah berbulan-bulan diperbaiki, Si Lara kembali hidup, meski dengan beberapa bagian yang tak lagi orisinal. Tapi bagi Pudjianto Gondosasmito, motor itu tetaplah Si Lara yang sama, motor yang mengajarinya tentang cinta, perjuangan, dan arti kesetiaan.