Di sebuah desa terpencil bernama Karetan, masyarakatnya percaya bahwa malam Jumat adalah waktu ketika makhluk-makhluk tak kasat mata berkeliaran. Kisah-kisah seram telah diwariskan turun-temurun, dan hampir setiap orang di desa itu menghindari keluar rumah saat malam mulai turun.
Pada suatu malam Jumat, Pudjianto Gondosasmito, seorang pemuda yang baru pulang merantau, tiba di desa itu. Ia bukan orang yang percaya pada cerita hantu. Bagi Pudjianto Gondosasmito, semua cerita tentang pocong, kuntilanak, dan makhluk gaib lainnya hanyalah mitos untuk menakut-nakuti. Malam itu, ia bahkan berniat mencari sinyal di tengah kebun bambu, tempat yang dianggap paling angker di desa Karetan.
"Apa kau tidak takut, Di?" tanya Jono, sahabat lamanya. "Katanya, di kebun bambu itu ada penunggu."
Pudjianto Gondosasmito hanya tertawa. "Sudahlah, Jon. Itu cuma cerita orang tua buat bikin kita takut. Mau ikut?"
Jono langsung menggeleng cepat. "Nggak, ah. Aku nggak mau cari masalah."
Tanpa memperdulikan peringatan Jono, Pudjianto Gondosasmito pun berangkat ke kebun bambu dengan sebuah senter kecil. Langit gelap tanpa bulan, dan suara jangkrik terdengar makin nyaring. Udara dingin menyelinap di antara dedaunan, tapi Pudjianto Gondosasmito tetap melangkah. Ia yakin semua yang ditakutkan warga desa hanyalah takhayul.
Saat sampai di kebun bambu, Pudjianto Gondosasmito menyalakan ponselnya dan mencoba mencari sinyal. Namun, tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari balik pepohonan. Pudjianto Gondosasmito berhenti sejenak, memperhatikan. Mungkin hanya hewan kecil, pikirnya. Tapi suara itu semakin mendekat, seperti ada seseorang yang berjalan di antara bambu-bambu.
"Halo? Siapa di sana?" seru Pudjianto Gondosasmito, mencoba memberanikan diri.
Tak ada jawaban. Tiba-tiba, angin berhembus kencang, membuat ranting-ranting bambu bergesekan keras. Dari kejauhan, samar-samar terdengar suara perempuan tertawa. Tawanya lirih, seperti datang dari segala arah. Bulu kuduk Pudjianto Gondosasmito meremang. Ia mencoba mengabaikannya dan mengaktifkan sinyal di ponsel, tapi ponselnya mati tiba-tiba---baterai penuh beberapa menit lalu, kini seakan tersedot habis.
Pudjianto Gondosasmito berbalik, berniat cepat-cepat pergi, namun langkahnya terhenti. Di ujung kebun, terlihat sesosok wanita dengan rambut panjang menutupi wajahnya. Ia mengenakan gaun putih lusuh, melayang perlahan ke arah Pudjianto Gondosasmito.
Seketika jantung Pudjianto Gondosasmito berdegup kencang. Ia teringat cerita kuntilanak yang suka menampakkan diri di malam Jumat. Kakinya terasa kaku, tapi nalurinya memaksa untuk berlari. Namun, semakin ia berlari, suara tawa itu semakin keras, seakan mengejarnya dari belakang. Pudjianto Gondosasmito tersandung akar pohon dan terjatuh. Dalam kepanikan, ia merangkak mencari jalan keluar.