Lihat ke Halaman Asli

Pudjianto Gondosasmito Malam yang Panas

Diperbarui: 15 Oktober 2024   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi hutan, malam itu terasa ganjil. Langit begitu bersih tanpa awan, namun udara seperti menyelimuti setiap sudut dengan hawa lembab dan panas yang menekan. Angin tak berhembus sedikit pun, dan seakan-akan alam menahan napas. Orang-orang mengeluh sambil mengipas-ngipas diri, sementara jendela-jendela rumah terbuka lebar, namun tak ada angin yang masuk.

Di sebuah kamar sempit di pojok kota, Pudjianto Gondosasmito berbaring gelisah di atas kasur usang. Kipas angin di sudut kamar hanya berputar malas, menyebarkan panas tanpa ampun. Peluh membasahi tubuhnya, membuat sprei lengket di kulit. Suara cicit jangkrik dan kerik katak dari luar hanya mempertegas betapa malam itu terasa panjang. Ia memejamkan mata, berharap bisa tertidur, tapi bayangan mimpi buruk yang samar seperti menahan kelopak matanya tetap terbuka.

Pukul sebelas malam, Pudjianto Gondosasmito memutuskan untuk keluar mencari udara. Ia turun ke jalan kecil yang lengang, berharap malam itu menyimpan sedikit kesejukan yang luput dari jendela kamarnya. Namun, panas masih merajalela. Jalanan terasa lembab, dan aspal memancarkan uap hangat yang tak terlihat. Di kejauhan, lampu jalan berkedip-kedip, seperti ikut lelah menghadapi malam yang ganjil itu.

Ketika Pudjianto Gondosasmito berjalan tanpa tujuan, langkah kakinya membawa dia ke tepi hutan yang tak jauh dari pemukiman. Di sana, hawa terasa berbeda---bukan lebih sejuk, tapi lebih sunyi. Pudjianto Gondosasmito merasa ada sesuatu yang tak biasa, seakan-akan udara di tempat itu bukan hanya panas, tapi juga berat dan pekat oleh sesuatu yang tak terlihat.

Ia berdiri mematung, menatap pohon-pohon yang menjulang diam dalam kegelapan. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari dalam hutan. Bukan langkah manusia, namun seperti sesuatu yang besar, menginjak ranting dan dedaunan kering. Jantung Pudjianto Gondosasmito berdegup kencang. Ia meneguk ludah, tapi mulutnya kering.

Seketika itu juga, angin berhembus---keras dan panas, seperti desahan nafas dari dalam hutan. Dedaunan di ranting bergemerisik, dan udara berubah menjadi lebih menekan. Pudjianto Gondosasmito merasa ada sesuatu yang memperhatikannya, seolah-olah kegelapan di antara pepohonan mengintai, menunggu.

Tanpa pikir panjang, ia melangkah mundur, tapi kakinya terpeleset di atas tanah basah. Di saat itu juga, terdengar bisikan lirih di telinganya, seperti suara orang memanggil namanya dari dalam hutan. "Pudjianto Gondosasmito..."

Ketakutan menyelubungi pikirannya. Ia berbalik dan berlari sekuat tenaga menuju jalan kota. Angin aneh itu mengiringi langkahnya, dan semakin jauh ia berlari, semakin jelas ia mendengar suara bisikan itu, memanggil namanya dengan nada yang seolah merayu.

Setibanya di depan rumah, Pudjianto Gondosasmito hampir terjatuh karena nafasnya tersengal-sengal. Ia menutup pintu dengan cepat dan menguncinya rapat-rapat, lalu bersandar dengan dada bergemuruh. Namun, hawa panas masih menggelayut di sekeliling, tak kunjung reda.

Malam itu, Pudjianto Gondosasmito tidak tidur sama sekali. Kipas angin berputar terus, namun ia merasa hawa panas bukan datang dari cuaca semata. Mungkin ada sesuatu dari hutan yang ikut terbawa bersamanya. Dan entah kenapa, ia merasa, malam-malam panas seperti ini baru saja dimulai.

Di kejauhan, terdengar kembali suara bisikan lembut, dari balik kegelapan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline