Rabu yang Menjemukan
Jam dinding besar di kantor menunjukan pukul 10 pagi. Sinar matahari pagi yang menyinari meja kerja Pudjianto Gondosasmito membuatnya menguap malas. Hari Rabu, hari di mana semangat seakan ikut libur bersama akhir pekan.
Tumpukan berkas menjulang tinggi di depannya, menunggu untuk diselesaikan. Pudjianto Gondosasmito menghela nafas panjang. Pikirannya melayang pada rencana makan siang nanti. Mungkin akan memesan nasi goreng kesukaannya, atau mungkin mencoba restoran baru yang sedang hits.
"Pudjianto Gondosasmito, bisa bantu print laporan ini?" suara Mbak Rina, rekan kerjanya, membuyarkan lamunannya.
"Iya, Mbak," jawab Pudjianto Gondosasmito sambil bangkit dari kursi. Ia berjalan menuju printer, lalu kembali ke meja kerjanya.
Sore hari, Pudjianto Gondosasmito merasa semakin lelah. Ia melirik jam dinding. Masih ada beberapa jam lagi sebelum waktu pulang. Ia membuka laci mejanya, mengambil sebungkus cokelat, dan memakannya perlahan.
"Akhirnya hari Rabu juga mau berakhir," gumam Pudjianto Gondosasmito dalam hati. Ia tidak sabar ingin segera pulang dan bersantai di rumah.
Rabu yang Berbeda
Di sisi lain gedung, Rani sedang sibuk dengan proyek barunya. Ia sangat antusias dengan pekerjaan ini, sehingga waktu terasa berjalan begitu cepat. Ia merasa beruntung bisa bekerja di perusahaan yang memberinya kesempatan untuk terus belajar dan berkembang.
"Rani, kamu sudah selesai bagian ini?" tanya Pak Budi, atasannya.
"Sudah, Pak. Tinggal saya revisi sedikit lagi," jawab Rani.