Pilihan peran dan persiapan menjadi ibu
Tanggal 22 Desember 1928, adalah hari pertama Kongres Perempuan Indonesia I. Berselang dua bulan setelah penyelenggaan Kongres Pemuda 1928, para perempuan dari berbagai organisasi kedaerahan pun tak kalah semangat juga menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia.
Hal utama yang dibahas dalam Kongres Perempuan Indonesia I adalah tentang pendidikan, perkawinan, dan perlindungan perempuan dan anak-anak (Kompas.com, 17/12/2024). Materi kongres tersebut tetap relevan pada perspektif kekinian, bersanding dengan wacana peran domestik perempuan di tengah dinamika masyarakat dan bangsa.
Bangsa tersusun dari unit terkecil yang disebut keluarga. Dalam keluarga, ibu berperan menentukan kualitas sumber daya manusia. Maka tak berlebihan bila peran ibu bagi keluarga bernilai luhur mulia dalam kontribusinya membangun bangsa.
Selain menjadi subyek pembangunan, perempuan menjadi obyek pembangunan yang dipersiapkan agar dapat berperan optimal bila tiba waktunya menjadi seorang ibu. Sebagai obyek pembangunan, diperlukan upaya kesehatan promotif preventif usia pranikah remaja putri agar sehat dan produktif, siap menikah, siap menjalani kehamilan dan persalinan. Pada fase selanjutnya upaya kesehatan tersebut didukung dengan intervensi gizi untuk ibu dan masa 1000 hari pertama anak.
Setelah melahirkan, perempuan memasuki situasi di mana bersama suaminya akan memutuskan jenis aktualisasi dirinya sebagai ibu. Sesuai kondisi atau faktor yang mempengaruhi, dia dihadapkan kepada pilihan apakah akan murni melakukan peran domestik, melanjutkan bekerja di ruang publik atau sesuai potensinya mencari nafkah dengan tetap tinggal di rumah agar bisa mengurus anak.
Memang masih ada pengaruh budaya yang menunjukkan dominasi laki-laki ketika merumuskan peran perempuan bagi keluarga. Namun juga ditemukan pada masyarakat urban ibu mengambil total peran sumber finansial karena suami tidak bekerja atau berbagai sebab lainnya.
Dengan status sosial yang beragam, internal keluarga memutuskan jenis peran ibu. Sedikit banyak dalam proses tersebut berkelindan semangat Kartini, tujuan Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928 dan kesadaran membangun kualitas keluarga yang terencana.
Ada contoh menarik ketika Wakil Ketua Komisi VII DPR Rahayu Saraswati memimpin rapat dengan Menteri Pariwisata sambil memangku anaknya (kompas.com, 20/11/2024). Dalam satu momen ini terwakili tiga semangat yang selalu kita peringati sebagai hari nasional, yaitu Hari Kartini, Hari Ibu dan Hari Keluarga. Tiga hari besar nasional tersebut bersinggungan menempatkan perempuan dalam isu domestik dan publik di tengah dinamika masyarakat dan bangsa.
Apapun peran pilihan ibunya, anak balita yang telah hadir di tengah keluarga berhak untuk tumbuh dan berkembang optimal, khususnya pada 1000 Hari Kehidupan Pertama (HKP). Intervensi gizi yang memadai, imunisasi lengkap pelindung infeksi dan pembentukan karakter yang memerlukan relasi yang baik dengan ayah, ibu dan lingkungan, menjadi pemantik lahirnya generasi baru penentu kemajuan bangsa.